Bom bunuh diri di Kampung Melayu Jakarta menjelang Ramadhan lalu menandai munculnya kembali kelompok teroris di Indonesia secara terbuka. Hal itu berlanjut dengan serangan bersenjata tajam ke pos penjagaan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara yang menewaskanseorang polisi pekan lalu.
Pengamat teroris Al Chaidar kepada VOA kamis (29/6) mengatakan, kelompok teroris di Indonesia saat ini tengah memanfaatkan situasi politik pasca ditetapkannya pimpinan organisasi massa (ormas) Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus konten pornografi.
“Dan yang paling mungkin adalah kelompok teroris yang akan memanfaatkan situasi di mana ada sebagian dari orang-orang Islam yang dianggap perlu dibela. Kemudian mereka akan turun tangan dan melakukan tindakan untuk membela orang-orang yang mungkin dianggap dikriminalisasi,” ujar Al Chaidar.
Kelompok teroris dan fundamentalis di Indonesia menurut Chaidar bisa jadi memiliki kesamaan tujuan, yakni menyerang pemerintahan yang sah.
“Dan mereka sedang mengincar waktu yang tepat untuk mengadakan suatu serangan balik. Namun hal itu hanya akan bisa dilakukan oleh kalangan teroris,” imbuh Al Chaidar.
Namun Chaidar meyakini kelompok fundamentalis yang ada di Indonesia tidak akan melakukan perlawanan langsung dengan aparat keamanan Indonesia seperti halnya kelompok teroris.
“Sementara untuk kalangan fundamentalis seperti FPI dan organisasi-organisasi yang lain, yang belum pernah terlibat dalam suatu tindakan yang melawan hukum yang keras dan berhadapan dengan pemerintah secara langsung, saya kira itu tidak mungkin dilakukan oleh kelompok fundamentalis ini. Yang paling mungkin adalah kelompok teroris yang akan memanfaatkan situasi,” pungkas Al Chaidar.
Sejak Pemerintah mengumumkan rencana pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah Indonesia bertekad untuk melanjutkan pembubaran organisasi yang tidak berdasarkan Pancasila.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo awal Juni lalu menegaskan revisi Undang-Undang Teroris harus secepatnya dituntaskan. Menurutnya selama ini kelompok teroris dan fundamentalis bebas bergerak karena lemahnya perundangan di Indonesia.
“Jadi kalau kita masih menggunakan undang-undang seperti itu, kita tinggal tunggu saja. Teroris akan akan berpesta di sini, karena tempat paling aman disini. Karena kita menggunakan hukum material. Setelah kejadian baru bisa ditangkap. Kalau ingin kita aman kalau ingin anak cucu kita aman, ya kita harus benar-benar serius. Bahwa terorisme adalah kejahatan,” ujar Jenderal Gatot Nurmantyo. [aw/ab]