Menteri Perdagangan Mari Pangestu menyampaikan penegasan pemerintah akan peninjauan ulang perdagangan bebas, Selasa, di Jakarta. Usai rapat tertutup degan jajaran Kementerian Perdagangan, Menteri Mari Pangestu mengakui Tiongkok melakukan beberapa pelanggaran perjanjian yang sudah ditandatangani kedua negara tahun 2009.
Akibatnya berbagai produk lokal semakin tersingkir. Termasuk di antaranya sepatu, tekstil dan mainan anak-anak, yang tidak mampu bersaing dengan produk Tiongkok yang terus membanjiri pasar Indonesia.
“Sudah ada sekian kasus yang sudah kita investigasi dan sudah ada keputusannya, persaingan yang dianggap kurang fair," ujar Mari. Tapi, tambahnya, "Kita punya instrumen untuk mengamankan diri dari perdagangan yang tidak adil."
Menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Seluruh Indonesia atau APINDO, Djimanto, para pengusaha membutuhkan dukungan pemerintah agar produk lokal mampu menguasai pasar.
“Dari dulu, pasar kita sudah 50 persen dikuasai oleh produk impor. Maka, pasar harus diberi stimulus, sehingga pasar didominasi oleh barang-barang buatan Indonesia sendiri”
Hal senada juga disampaikan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Seluruh Indonesia (HIPMI), Erwin Aksa. Menurutnya, pemerintah belum maksimal melindungi produk lokal. “Paling penting adalah keberpihakan di dalam mengambil suatu kebijakan-kebijakan ekonomi yang bisa mengangkat pengusaha-pengusaha dalam negeri,” ujarnya.
Sejak perdagangan bebas dengan Tiongkok berlaku awal 2010 lalu, realisasi neraca perdagangan Indonesia terhadap Tiongkok mengalami defisit. Sepanjang 2010 terjadi defisit dengan Tiongkok sebesar sekitar 5,5 miliar dolar AS.
Kondisi tersebut sempat disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan. “Defisit kedua terbesar adalah dengan Thailand, dengan Singapura dan Australia, kita juga defisit,” tambahnya.