Harapan yang pernah disampaikan pemerintahan SBY bahwa APBNP 2015 dapat diajukan secepatnya yaitu sebelum akhir tahun 2014, menurut pengamat ekonomi dari UGM, Yogyakarta, Sri Adiningsih sebaiknya segera dapat direalisasikan.
Kepada VOA di Jakarta, Jumat (24/10), Sri Adiningsih mengatakan setelah kabinet tersusun, menteri-menteri pemerintahan Presiden Jokowi segera menyusun program-programnya dan disampaikan ke DPR melalui menteri keuangan untuk selanjutnya dilakukan pembahasan. Menurutnya, persoalan anggaran merupakan hal terpenting yang harus segera dilakukan pemerintahan baru.
“Ada dua pekerjaan yang harus segera selesai, menyusun RAPBN itu kan tahun depan begitu sudah bisa diamandemen, diubah, diajukan ke DPR, kalau nggak ada itu kan nggak bisa Jokowi-JK memasukkan program-programnya. Selain itu, menyusun rencana pembangunan jangka menengah 2014-2019, karena itu nanti menerjemahkan visi misi dan itu memang mestinya sih selesai tahun ini,” jelasnya.
Selain itu Sri Adinginsih menambahkan pemerintahan baru harus mempu menjaga kepercayaan masyarakat, diantaranya memberi kepastian masalah kebijakan terkait bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
“Masalah BBM harus segera diselesaikan, ya tentu saja menjaga stabilitas ekonomi, ya itu pekerjaan yang nggak ada henti-hentinya, menjaga kepercayaan masyarakat, investor, pelaku pasar bahwa pemerintah bisa mengelola ekonomi dengan baik. Kan kita sekarang ini mengalami trend penurunan pertumbuhan ekonomi, juga kualitas pembangunan rendah, kan ngak bisa berlangsung terus,” tambah Sri Adiningsih.
Selain itu, Sri Adiningsih berpendapat kabinet dalam pemerintahan baru juga harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti yang pernah ditegaskan Presiden Jokowi, bahwa pertumbuhan ekonomi tidak terlampau menjadi fokus pemerintah dibanding upaya melakukan pemerataan ekonomi.
Hal itu menurut Sri Adiningsih, pemeritahan baru harus mampu memberdayakan masyarakat daerah dalam mengerakkan perekonomian. Diantaranya dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam Hendrik Siregar mengatakan masih banyak persoalan sektor pertambangan harus dibenahi pemerintahan baru. Jika pemerintah masih ingin memberdayakan sektor pertambangan untuk pemasukan negara menurutnya, harus dilakukan dengan berbagai uyapa, utamanya transparansi.
Hendrik Siregar memberi contoh pemasukan pajak melalui sektor pertambangan yang selama ini tidak sesuai dengan meningkatnya usaha tambang karena pemerintah tidak ketat dan tidak tegas soal kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP.
“Yang pasti soal sanksi. Di mata pemerintahan sebelumnya, kelihatan sekali sanksi bisa dinegosiasikan. Ada sekitar 41 persen dari pemegang izin usaha pertambangan tidak memiliki NPWP, tapi kok masih bisa berproses, melakukan eksplorasi, melakukan produksi, ini kan aneh! Artinya, selama dia berproduksi itu kan dia tidak pernah bayar pajak," jelas Hendrik Siregar.
"Kemudin soal kelengkapan administrasi yang lain misalnya soal izin pinjam pakai tidak punya, izin kelayakan lingkungan hidup tidak lengkap dan seterusnya tetapi masih tetap dibiarkan beroperasi,” lanjutnya.
Hendrik Siregar menambahkan, jika pemerintahan baru akan menitikberatkan sektor maritim dibanding sektor lain dalam upaya meningkatkan perkenomian dan kesejahtaraan masyarakat, langkah tersebut bukan berarti mengabaikan sektor-sektor lain termasuk pertambangan.