Untuk ketiga kalinya dalam kurang dari satu tahun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali berupaya agar terpilih kembali, dan tampaknya semakin terdesak.
Setelah dua pemilu yang tidak meyakinkan tahun lalu, jajak pendapat memperkirakan kebuntuan lain akan terjadi, suatu skenario yang mengganggu bagi Netanyahu yang akan diadili terkait tuduhan korupsi, hanya dua minggu setelah pemungutan suara hari Senin (2/3).
Kampanye pemilu kali ini sangat kacau. Presiden Amerika Donald Trump memaparkan rencana perdamaian Timur Tengah yang sudah lama ditunggu, usulan yang sangat disukai Israel dan dinilai sebagai hadiah pemilu untuk Netanyahu. Sementara itu Netanyahu terpaksa membatalkan upayanya untuk mendapat kekebalan dari penuntutan dan pekan ini Israel melawan militan Gaza dalam pertempuran selama dua hari berturut-turut.
Pemilu hari Senin dinilai sebagai referendum lain bagi Netanyahu, perdana menteri yang paling lama menjabat di Israel. Dan sekali lagi, negara itu tampaknya terpecah.
Dengan energi yang tampaknya tak terbatas, Netanyahu, yang berusia 70 tahun, kembali berkampanye. Ia menampilkan dirinya sebagai negarawan dunia yang secara unit memenuhi syarat untuk memimpin negara itu lepas dari begitu banyak tantangan rumit yang ada.
Dalam beberapa minggu terakhir ini, Netanyahu terbang dari Washington DC ke Moskow untuk membawa pulang seorang remaja Israel yang dipenjara karena tuduhan terlibat narkoba. Ia kemudian terbang ke Uganda untuk melakukan pertemuan dengan pemimpin Sudan, musuhnya sejak lama. [em/ii]