Para pemimpin politik di Kolombia mencari cara untuk melangkah ke depan setelah para pemilih secara tidak terduga menolak perjanjian damai dengan pemberontak FARC yang akan mengakhiri perang selama 52 tahun.
Presiden Juan Manuel Santos hari Senin (3/10) bertemu dengan semua partai politik dan memerintahkan para perundingnya untuk kembali ke Havana, Kuba di mana perundingan selama empat tahun diadakan.
Para pemilih Kolombia menolak kesepakatan perdamaian dengan suara 50,2% lawan 49,7 %, atau dengan selisih hanya 54 ribu suara. Sebelumnya, berbagai jajak pendapat publik memperkirakan referendum hari Minggu (2/10) akan disetujui dengan suara mayoritas.
Presiden Santos dan para pemimpin pemberontak berjanji untuk menjalankan proses perdamaian itu meskipun hasil akhirnya belum jelas karena tampaknya tidak ada rencana cadangan.
Santos dalam pidato di televisi Minggu malam mengatakan ia tidak akan menyerah dan akan terus mengupayakan perdamaian sampai hari terakhir masa jabatannya.
Pemimpin Pasukan Revolusi Bersenjata Kolombia/ FARC, Rodrigo Londono, yang juga dikenal sebagai Timochenko juga tidak mau menyerah.
“Bagi rakyat Kolombia yang memimpikan perdamaian, percayalah pada kami. Perdamaian akan menang,” kata Londono, yang juga diperkirakan akan kembali ke Havana.
Pernyataan PBB hari Senin mengatakan PBB tetap berkomitmen penuh pada proses perdamaian dan akan terus membantu pemerintah mencapai kesepakatan dengan pemberontak. Pernyataan itu juga mengatakan Sekjen PBB Ban Ki-moon telah mengirim utusan khusus Jean Arnault ke ibukota Kuba untuk berkonsultasi.
Para pendukung kedua pihak turun ke jalan-jalan Bogota setelah hasil-hasil referendum diumumkan. Yang memberi suara “tidak” gembira sementara kelompok pemilih “ya” mengenakan pakaian putih dari kepala sampai kaki, berkumpul di luar kediaman Presiden Santos.
Perjanjian damai yang ditandatangani minggu lalu bertujuan secara resmi mengakhiri pergolakan pemberontak sayap kiri selama 52 tahun. Perang gerilya di Kolombia telah menewaskan lebih dari 220 ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi dari rumah mereka.
Pemerintahan Santos telah melancarkan kampanye gencar mendukung perjanjian damai itu, meminta dukungan jutaan warga Kolombia yang mengatakan lelah dengan perang, kekerasan dan terorisme. Tapi pihak yang memilih “tidak” dipimpin oleh saingan politik utama Santos, mantan Presiden Alvaro Uribe, juga berkampanye sama gencarnya menentang perjanjian itu.
Banyak yang menentang perjanjian itu sangat kecewa karena hampir semua pemberontak FARC bebas dari hukuman penjara atas kejahatan yang dilakukan selama pergolakan itu dan bahkan mendapat berbagai bantuan keuangan dari pemerintah. Mereka juga marah FARC akan mendapat jaminan kursi di Kongres Kolombia tanpa melalui pemilu sebagai imbalan mengubah FARC menjadi partai politik.
Amerika mengeluarkan miliaran dolar bantuan militer untuk membantu pemerintah Kolombia memerangi FARC dan membawanya ke meja perundingan. [my/ii]