Pemimpin konservatif partai oposisi utama di Korea Selatan menyatakan menentang KTT AS-Korea Utara. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pertimbangan politik akan membuat Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in mengabaikan keamanan bersama karena janji-janji palsu soal denuklirisasi dari pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Ketua Partai Kebebasan Korea, Hong Joon-pyo mengatakan, "Saya agak pesimistis bahwa perundingan ini akan berjalan baik. Satu-satunya cara Korea Utara untuk mempertahankan rezimnya adalah program nuklirnya. Pada saat Korea Utara menghentikan program nuklirnya, dan pada saat Korea Utara membuka diri untuk reformasi, rezim Kim Jong-un akan ambruk."
Pada tanggal 12 Juni, Trump dan Kim akan bertemu di Singapura, untuk mengusahakan kesepakatan yang akan mengakhiri program senjata nuklir Korea Utara yang mengancam dengan imbalan negara itu mendapat insentif ekonomi dan jaminan keamanan yang mencakup perjanjian perdamaian resmi untuk menggantikan kesepakatan gencatan senjata yang diberlakukan sejak akhir Perang Korea pada 1953.
Banyak tokoh konservatif Korea Selatan menyuarakan dukungan kuat bagi kebijakan-kebijakan Trump yang memberi tekanan maksimum terhadap Pyongyang untuk secara sepihak memusnahkan senjata nuklirnya.
Tekanan itu diwujudkan dengan pemberlakuan sanksi-sanksi internasional keras yang melarang 90 persen perdagangan negara itu, dan ancaman tindakan militer.
Intinya, Pyongyang tidak akan mendapat tawaran pelonggaran sanksi sebelum melucuti program nuklir sepenuhnya. Proses perlucutan itu pun harus dapat diverifikasi dan tidak bisa dibatalkan.
Namun, mereka kini khawatir dengan pernyataan-pernyataan baru pemerintahan Trump yang mengindikasikan, AS bersedia memperlunak tuntutannya.
Hong khawatir, Presiden Trump kemungkinan akan mengusahakan kesepakatan yang akan dengan segera mengakhiri program misil balistik antarbenua Korea Utara yang mengancam AS, sementara membiarkan ancaman nuklir regional diselesaikan lain waktu.
Hong mengatakan, Trump tampaknya sangat beniat mewujudkan terobosan diplomatik untuk mengalihkan fokus media dari penyelidikan jaksa khusus yang dihadapinya terkait campur tangan Rusia pada pemilu presiden 2016.
Menurutnya, Trump mengusahakan itu juga demi memperoleh keunggulan politik bagi partainya yang akan menghadapi pemilu sela Kongres yang sangat kompetitif November mendatang.
“Pemilu sela akan berlangsung di Amerika Serikat. Situasi politik dalam negeri tampaknya rumit. Ada laporan-laporan yang menyebutkan, ini sebuah cara yang mungkin untuk mencapai kesepakatan menuju arah yang aman, sedikitnya bagi Amerika Serikat,” kata Hong.
Korea Selatan juga akan mengadakan pilkada hanya beberapa hari setelah KTT Trump-Kim di Singapura.
Pemimpin oposisi Korea Selatan itu menuduh pemerintah Moon yang progresif berusaha menenangkan pemerintahan Kim yang menindas untuk mendongkrak popularitas partainya.
Meski demikian, menurut jajak-jajak pendapat baru, pandangan Hong yang menuntut agar Korea Utara meninggalkan program misil dan nuklirnya, serta memperbaiki catatan HAM-nya, sebelum mendapat konsesi, tidak sejalan dengan pandangan rakyat Korea Selatan.
Berkat usaha diplomatiknya untuk merangkul Korea Utara, tingkat dukungan masyarakat terhadap kinerja Presiden Moon meningkat dan kini berada di atas 70 persen. Moon dianggap berjasa mewujudkan dua KTT antar-Korea bulan lalu, kesepakatan untuk melangsungkan pembicaraan militer dan reuni keluarga, serta memfasilitasi KTT AS-Korea Utara. [ab/uh]