Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai rencana razia terhadap komunitas LGBT yang akan dilakukan pemerintah Kota Depok sebagai tindakan yang diskriminatif dan merendahkan martabat manusia.
Menurut Usman, hubungan sesama jenis bukanlah kejahatan, karena itu razia terhadap kelompok LGBT tidak dapat dibenarkan.
Di samping itu, Usman juga meminta pemerintah dan DPR untuk memastikan Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat mencegah aturan-aturan seperti ini untuk diterbitkan.
"Kita meminta agar imbauan atau rencana itu dibatalkan. Bahkan lebih jauh lagi kita meminta pemerintah di Indonesia agar peraturan-peraturan diskriminatif terhadap minoritas gender terhadap komunitas LGBT itu harus dihapuskan," jelas Usman Hamid kepada VOA, Selasa (14/1/2020).
Usman menambahkan imbauan untuk melakukan razia ini akan menambah daftar panjang tindakan diskriminatif terhadap kelompok LGBT. Berdasarkan catatan Amnesty Internasional Indonesia, setidaknya ada 3 kasus diskriminatif pada 2018.
Ketiganya adalah penangkapan terhadap 10 perempuan yang dituding memiliki hubungan sesama jenis oleh Satpol PP di Padang, Sumatera Barat, penangkapan 3 orang yang dicurigai waria di Lampung dan penangkapan 2 orang pria di Jawa Barat karena mengelola grup media sosial "Facebook Gay Bandung Indonesia".
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan lembaganya telah melayangkan surat kepada wali kota Depok untuk meminta pembatalan kebijakan razia dan permintaan kepada pemkot Depok melindungi kelompok LGBT pada Senin (13/1/2020). Namun, Komnas HAM belum mendapat balasan dari Wali Kota Depok terkait surat tersebut.
"Dalam surat itu kami juga tembuskan ke Kemendagri dan Kemenko Polhukam. Sehingga nanti kalau tidak ada respons yang memadai kami meminta kepada Kemendagri dan Kemenko Polhukam untuk mengambil tindakan kepada Pemkot Depok," jelas Beka Ulung Hapsara kepada VOA, Selasa (14/1/2020).
Beka menambahkan sudah ada beberapa orang dari kelompok LGBT yang mengadu ke Komnas HAM karena khawatir rencana kebijakan Pemkot Depok akan mengancam keselamatan dan memperkuat stigma negatif terhadap mereka.
Di samping itu, Komnas HAM juga menjelaskan, dari sisi dunia kesehatan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menghapus kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender dari daftar penyakit kejiwaan pada 1992. Ketentuan dari WHO ini diimplementasikan Kementerian Kesehatan melalui Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III 1993 yang menyatakan bahwa kelompok minoritas orientasi seksual dan identitas gender bukan merupakan penyakit jiwa maupun cacat mental.
Mengutip website resmi Pemkot Depok, Wali Kota Depok Mohammad Idris telah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan penertiban dan razia di rumah-rumah kos atau apartemen. Tindakan ini diambil menyusul kasus kekerasan seksual sesama jenis yang dilakukan warga Depok, Reynhard Sinaga di Manchester, Inggris.
Mohammad Idris juga mengatakan perangkat daerah terkait juga bisa membentuk crisis center di Depok khusus korban LGBT. Termasuk, ucapnya, melakukan pendekatan kepada lembaga-lembaga terkait untuk kerjasama dalam pembinaan warga atau komunitas yang mendukung LGBT.
VOA sudah meminta penjelasan kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris dan Kepala Satpol PP Kota Depok Lienda Ratnanurdianny terkait desakan dari Amnesty Internasional Indonesia dan Komnas HAM. Namun, belum ada tanggapan dari keduanya hingga berita ini diturunkan. [sm/ft]