Presiden Sudan selatan Salva Kiir menjadi salah satu orang pertama yang memungut suara hari Minggu di awal referendum bersejarah selama sepekan agar warga bisa memilih apakah akan tetap bersatu dengan Sudan atau memisahkan diri membentuk negara merdeka. Kiir menggambarkan referendum kemerdekaan itu sebagai “saat bersejarah” bagi rakyatnya.
Kawasan itu secara umum diperkirakan akan memilih kemerdekaan. Ribuan warga Sudan berbaris sepanjang malam agar menjadi salah satu yang pertama memilih.
Presiden Amerika Barack Obama mengatakan dalam tulisan di harian New York Times bahwa referendum itu adalah “sebuah latihan penentuan nasib sendiri yang telah siap sejak lama”.
Hampir delapan juta pemilih terdaftar dalam referendum yang merupakan bagian dari kesepakatan perdamaian tahun 2005 yang mengakhiri perang saudara antara utara yang mayoritas Muslim dan selatan yang utamanya Kristen dan penganut animisme.
Para tokoh dari seluruh dunia, termasuk mantan presiden Amerika Jimmy Carter, mantan Sekjen PBB Kofi Annan dan Thabo Mbeki dari Afrika Selatan ada di Sudan untuk mengamati pemilu itu bersama ratusan pengamat yang dikerahkan ke seluruh kawasan.
Presiden Sudan Omar al-Bashir berjanji akan menerima hasil dan membantu bagian selatan apapun hasilnya.
Dewan Keamanan PBB menyatakan “kekhawatiran mendalam” mengenai tidak adanya kesepakatan mengenai masa depan kawasan penghasil minyak Abyei. Abyei dijadwalkan melakukan referendum terpisah hari Minggu untuk menentukan apakah ikut utara atau selatan, tetapi ditunda karena adanya sengketa mengenai siapa yang berhak memilih.
Laporan terakhir mengatakan, pemungutan suara tampak berlangsung mulus, walaupun para pejabat melaporkan adanya bentrokan antara kelompok suku Misseriya dan Ngok Dinka di kawasan penghasil minyak di Abyei. Laporan dini mengatakan beberapa orang tewas terbunuh dalam bentrokan itu.