Istilah pencak silat di Indonesia biasanya mengacu pada pertandingan silat profesional, yang melibatkan seluruh tubuh dengan menggabungkan serangan, gulat dan melempar apapun yang bukan senjata. Kini pencak silat Indonesia cukup populer di Amerika, bahkan 95 persen anggotanya adalah warga Amerika.
Pencak silat mulai dimasukkan dalam Pesta Olahraga Asia Tenggara pada tahun 1987. Kemudian pada Asian Games 2018. Pencak Silat juga diakui sebagai Warisan Mahakarya Kemanusiaan oleh UNESCO pada akhir 2019.
Sejak tahun 2013 olahraga beladiri itu telah berkembang di Amerika, ketika lima orang pendiri dan pengurusnya membentuk USA Pencak Silat Federation (UPSF). Salah seorang pendirinya, Poppy Budhiastuti menuturkan kepada VOA.
“Ada lima orang pendiri USA Pencak Silat Federation. Bertemunya sejak tahun 1980-an, belajar di sekolah pencak silat di bawah naungan Al Azhar Indonesian Martial Arts Washington, DC cabang ke 10 adalah cabang seni beladiri Al Azhar di Masjid Agung Jakarta. Kami sejak itu sudah bercita-cita mendirikan Pencak Silat Federation”.
Dari sanalah kini pencak silat Indonesia dikenal oleh orang Amerika. Dari lima orang pengurus itu, tiga orang di antaranya masih aktif sebagai pelatih. Bahkan seorang pelatihnya, Abdul Malik yang bukan orang Indonesia menjadi atlet dan pelatih pencak silat pertama di AS.
Malik panggilan akrabnya, lahir di Connecticut tahun 1975, dari ayah asal Kuba dan ibu dari Aruba. Ia bisa berbicara bahasa Indonesia dan sudah beberapa kali ke Indonesia. Malik belajar pencak silat sejak usia 15 tahun, semasa latihan pencak silat bertempat di KBRI Washington, DC.
“Ada kelas di sana, tahun 1998 dan empat atau lima tahun sesudah itu saya mulai mengajar pencak silat, mengajar banyak murid,” jelasnya.
Kejuaraan dunia
Kini UPSF mempunyai studio yang mereka sewa untuk berlatih bagi para muridnya, di negara bagian Maryland dan Virginia. Federasi pencak silat juga terdapat di negara bagian lain seperti di New York dan Texas.
Abdul Malik begitu menekuni pencak silat, sehingga menurunkan kepada anak perempuannya Sakina Ahmad, 20 tahun yang mengikuti jejaknya. Sakina berlatih pencak silat sejak usia 5 tahun.Ia merebut medali emas pertama untuk tim AS pada Turnamen di Belgia dan juara kedua di Singapura.
Dari sekian banyak murid pencak silat yang 95 persen orang Amerika, salah seorang di antaranya, Adam Pereira, 29 tahun yang lahir dari ibu orang Indonesia dan ayah dari Trinidad.
Ditanya VOA mengapa ia tertarik belajar pencak silat, Adam mengatakan, “Ibu saya dari Indonesia dan paman saya berlatih di perguruan di Jakarta Tiga Berantai. Jadi untuk menghormati keluarga saya, saya suka pencak silat dan saya bisa bertanding dengan orang-orang di dunia internasional.”
Adam telah berlatih olah raga bela diri ini selama 15 tahun, tetapi ia mengaku baru serius berlatih selama enam tahun. Hasilnya? Ia meraih tiga kejuaraan tingkat AS dan dunia. Pertama ia meraih medali perunggu pada kejuaraan dunia pencak silat di Bali tahun 2016. Dua tahun kemudian memenangkan medali perak dalam kejuaraan di Singapura dan pada 2019 Adam meraih medali emas pada kejuaraan terbuka AS di Virginia.
Sekolah Musim Panas
Pada musim panas ini, Federasi Pencak Silat AS (UPSF) mengadakan sekolah musim panas yang di AS disebut Summer Camp. Namun karena kekhawatiran virus Corona jenis baru akan merebak, maka menurut Abdul Malik, Summer Camp Pencak Silat akan ditunda.
"Saya pikir lebih dari 20 orang, tapi masih masalah dengan Covid, ada varian baru dan orang-orang masih takut. Saya punya banyak murid mau ikut ke camp ini tetapi orangtua mereka tidak membolehkan. Jadi saya pikir lebih baik ditunda sesudah pandemi turun.”
Semasa pandemi ini UPSF juga mengajarkan pencak silat melalui virtual.
Di samping mempromosikan budaya melalui seni bela diri, Federasi Pencak Silat juga mengadakan kegiatan sosial dengan membagikan sembako. Ditanya dari mana sumber dananya, Poppy Budhiastuti menambahkan, “Biasanya kami mengumpulkan dana dari kantong sendiri, kemudian menggalang dana seperti ikut bazaar, mengadakan Gala Dinner dan minta hibah dari pemerintah negara bagian untuk pembagian sembako”.
Selain Indonesia, banyak negara lain mempunyai pencak silat. Bertolak dari itu maka UPSF menampung grup-grup pencak silat dari negara lain dengan menghargai prinsip, gaya, teknik, falsafah dan budaya masing-masing.
Upaya melestarikan budaya Indonesia sekaligus upaya kemanusiaan yang dilakukan UPSF ini, perlu ditiru oleh kelompok lain, terutama pada masa pandemi yang sulit ini. [ps/em]