Pengadilan di Myanmar menunda putusannya pada Senin (27/12) atas dua dakwaan terhadap pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Dalam kasus ini, peraih Nobel Perdamaian berusia 76 tahun itu dituduh mengimpor dan memiliki walkie-talkie tanpa melalui prosedur resmi.
Kasus di pengadilan di Ibu Kota, Naypyitaw, itu termasuk di antara banyak kasus yang diajukan terhadap Suu Kyi sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari.
Menurut seorang pejabat hukum yang mengetahui kasus tersebut, pengadilan tidak mengungkap alasan penundaan dijatuhkannya vonis hingga 10 Januari. Pejabat itu meminta namanya dirahasiakan karena takut dihukum pihak berwenang, mengingat perilisan informasi mengenai pengadilan Suu Kyi sangat dibatasi.
Partai Suu Kyi, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, menang telak dalam pemilihan umum tahun lalu, tetapi militer mengatakan ada kecurangan pemilu yang meluas, sebuah pernyataan yang diragukan oleh para pengamat pemilu independen.
Para pendukung Suu Kyi dan analis independen mengatakan semua tuduhan terhadapnya bermotivasi politik dan merupakan upaya untuk mendiskreditkannya. Menurut mereka, militer berusaha melegitimasi perebutan kekuasaan sementara mencegah Suu Kyi kembali ke arena politik. Jika terbukti bersalah atas semua tuduhan yang dihadapinya, Suu Kyi bisa dihukum lebih dari 100 tahun penjara.
Pada 6 Desember, Suu Kyi dinyatakan bersalah atas dua tuduhan lain --menghasut dan melanggar pembatasan COVID-19 --_ dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Beberapa jam setelah hukuman dijatuhkan, kepala pemerintahan yang dibentuk oleh militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menguranginya hingga setengahnya. Suu Kyi ditahan oleh militer di lokasi yang tidak diketahui dan televisi pemerintah melaporkan bahwa ia akan menjalani hukumannya di sana. [ab/ka]