BANDUNG —
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin di Bandung saat ini menampung hampir 250 narapidana kasus korupsi, diantaranya terpidana kasus penyuapan pajak Gayus Tambunan dan terpidana kasus korupsi Hambalang, Nazaruddin. Hingga awal 2013, sebanyak hampir 50 tahanan korupsi dari seluruh Indonesia yang sebelumnya mendekam di lapas daerah lain juga telah dipindahkan ke Lapas Sukamiskin, menjadikannya satu-satunya penjara khusus narapidana korupsi.
Lapas Sukamiskin dibangun pada 1817 oleh arsitek Belanda, Wolff Schoemaker. Penjara seluas dua hektar tersebut pernah dihuni oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang menjalani hukuman sebagai tahanan politik pada 1930.
Saat ini Lapas Sukamiskin dihuni 362 narapidana. Selain Gayus Tambunan dan Nazaruddin, mantan Gubernur Naggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, yang terlibat kasus korupsi pun pernah mendekam di lapas ini.
Kepala Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Jawa Barat I, I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, ada beberapa kriteria seorang narapidana koruptor dipindahkan ke Lapas Sukamiskin. Di antaranya yaitu sisa masa hukumannya di atas satu tahun, dan kasus korupsi yang dilakukannya menarik perhatian publik karena ia seorang pejabat negara.
“Sisa masa pidananya di atas satu tahun, kerugian negaranya di atas 100 juta, kemudian mereka yang semestinya tidak melakukan tindak pidana korupsi tapi tetap melakukannya, dan (napi koruptor) dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas,” ujar Dusak.
Dusak menambahkan, dari 547 kamar yang tersedia di lapas ini, 382 di antaranya dikhususkan untuk narapidana korupsi dari seluruh Indonesia. Para napi korupsi yang mendekam di Lapas Sukamiskin tersebut berasal dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Banten dan Jawa Tengah.
Berbeda dengan lembaga pemasyarakatan lainnya yang ada di Indonesia, setiap napi di Lapas Sukamiskin masing-masing mendapatkan satu kamar. Sementara di lapas lainnya, pada umumnya satu kamar dihuni oleh lima orang bahkan hingga belasan atau puluhan napi.
Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan mengatakan, pemberian satu kamar untuk satu orang napi koruptor sangat rentan penyalahgunaan. Dengan diberi keleluasaan hunian yang bersifat privasi di lapas, tidak menutup kemungkinan para narapidana koruptor khususnya yang mantan pejabat akan mendapatkan keistimewaan.
“Penjara Sukamiskin itu adalah penjara yang memiliki sel individual, seorang-seorang. Bukankah nanti koruptor-koruptor ini seolah-olah mendapatkan keistimewaan? Karena masing-masing punya privasi? Sementara kita tahu penjara-penjara lainnya satu sel bisa isi banyak orang, sambil berdesak-desakan, tidur juga susah. Ini juga perlu diantisipasi,” ujarnya.
Dari 547 kamar yang tersedia di lapas, ada satu kamar yang tidak dihuni. Kamar tersebut yaitu kamar TA-01, yang merupakan sel tahanan bekas mantan Presiden Pertama Soekarno. Kamar tersebut tidak dihuni karena dijadikan sebagai sel cagar budaya yang dilindungi pemerintah.
Lapas Sukamiskin dibangun pada 1817 oleh arsitek Belanda, Wolff Schoemaker. Penjara seluas dua hektar tersebut pernah dihuni oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang menjalani hukuman sebagai tahanan politik pada 1930.
Saat ini Lapas Sukamiskin dihuni 362 narapidana. Selain Gayus Tambunan dan Nazaruddin, mantan Gubernur Naggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, yang terlibat kasus korupsi pun pernah mendekam di lapas ini.
Kepala Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wilayah Jawa Barat I, I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, ada beberapa kriteria seorang narapidana koruptor dipindahkan ke Lapas Sukamiskin. Di antaranya yaitu sisa masa hukumannya di atas satu tahun, dan kasus korupsi yang dilakukannya menarik perhatian publik karena ia seorang pejabat negara.
“Sisa masa pidananya di atas satu tahun, kerugian negaranya di atas 100 juta, kemudian mereka yang semestinya tidak melakukan tindak pidana korupsi tapi tetap melakukannya, dan (napi koruptor) dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas,” ujar Dusak.
Dusak menambahkan, dari 547 kamar yang tersedia di lapas ini, 382 di antaranya dikhususkan untuk narapidana korupsi dari seluruh Indonesia. Para napi korupsi yang mendekam di Lapas Sukamiskin tersebut berasal dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Banten dan Jawa Tengah.
Berbeda dengan lembaga pemasyarakatan lainnya yang ada di Indonesia, setiap napi di Lapas Sukamiskin masing-masing mendapatkan satu kamar. Sementara di lapas lainnya, pada umumnya satu kamar dihuni oleh lima orang bahkan hingga belasan atau puluhan napi.
Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung, Agustinus Pohan mengatakan, pemberian satu kamar untuk satu orang napi koruptor sangat rentan penyalahgunaan. Dengan diberi keleluasaan hunian yang bersifat privasi di lapas, tidak menutup kemungkinan para narapidana koruptor khususnya yang mantan pejabat akan mendapatkan keistimewaan.
“Penjara Sukamiskin itu adalah penjara yang memiliki sel individual, seorang-seorang. Bukankah nanti koruptor-koruptor ini seolah-olah mendapatkan keistimewaan? Karena masing-masing punya privasi? Sementara kita tahu penjara-penjara lainnya satu sel bisa isi banyak orang, sambil berdesak-desakan, tidur juga susah. Ini juga perlu diantisipasi,” ujarnya.
Dari 547 kamar yang tersedia di lapas, ada satu kamar yang tidak dihuni. Kamar tersebut yaitu kamar TA-01, yang merupakan sel tahanan bekas mantan Presiden Pertama Soekarno. Kamar tersebut tidak dihuni karena dijadikan sebagai sel cagar budaya yang dilindungi pemerintah.