Penyedia layanan internet di Myanmar, termasuk badan usaha milik negara (BUMN) telekomunikasi pada Kamis (4/2) memblokir akses ke Facebook di negara itu. Pemblokiran dilakukan beberapa hari setelah pemimpin militer merebut kekuasaan di negara itu.
Sebuah surat yang diunggah di internet oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, Rabu (3/2) malam, mengatakan Facebook akan diblokir sampai 7 Februari demi menjaga stabilitas.
Kelompok pemantau jaringan internet NetBlocks memastikan bahwa BUMN telekomunikasi Myanmar, yang katanya memiliki 23 juta pengguna, telah memblokir Facebook dan Messenger, Instagram, dan WhatsApp. Telenor Asa milik Norwegia itu mengatakan pihaknya juga memblokir Facebook guna mematuhi perintah tersebut.
“Penyedia telekomunikasi di Myanmar telah diperintahkan untuk memblokir sementara Facebook. Kami mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas sehingga orang-orang di Myanmar dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman serta mengakses informasi penting, ” kata juru bicara Facebook.
Setengah dari penduduk Myanmar yang berjumlah 53 juta menggunakan Facebook, dan untuk banyak penduduk Myanmar Facebook itu mewakili keseluruhan internet.
Kyaw Min Naing, 47, seorang supir taksi, tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.
"Kami tidak memiliki akses ke berita apa pun, tidak ada berita tentang Ibu Suu (Aung San Suu Kyi). Saya merasa sangat sedih dan ini membuat dada saya terasa sesak. Saya lebih suka berperang jika memungkinkan, tetapi itu bertentangan dengan keinginan Ibu Suu," kata Kyaw.
Telenor mengungkapkan “keprihatinan serius” dengan perintah itu, yang katanya dikomunikasikan kepada semua operator dan penyedia layanan internet di Myanmar pada Rabu (3/2).
Partai politik yang digulingkan dalam kudeta pada Senin (1/2) dan para aktivis lainnya di Myanmar telah menyerukan kampanye pembangkangan sipil untuk menentang pengambilalihan pemerintahan tersebut.
Di barisan depan demonstran adalah personel medis, yang telah menyatakan bahwa mereka tidak akan bekerja untuk pemerintah militer. Para personel medis sangat dihormati karena pekerjaan mereka selama pandemi virus corona yang telah membebani sistem kesehatan negara yang sangat tidak memadai.
Pada Rabu malam, atau malam kedua berturutan, warga kota Yangon terlibat dalam "protes kebisingan”. Mereka memukul panci-panci dan wajan-wajan serta membunyikan klakson-klakson mobil di dalam kegelapan.
Protes baru-baru ini bahkan menghidupkan kembali lagu yang terkait erat dengan pemberontakan yang gagal pada 1988 sewaktu melawan kediktatoran militer.
Myanmar berada di bawah kekuasaan militer selama lima dekade setelah kudeta tahun 1962, dan masa lima tahun sewaktu Suu Kyi menjabat sebagai pemimpin adalah periode paling demokratis.
Video-video yang diposkan di media sosial memperlihatkan para personel medis menyanyikan lagu Kabar Makyay Bu atau Kami Tidak Akan Puas Sampai Akhir Dunia – sebuah lagu yang melodinya menjiplak lagu Dust in the Wind yang dipopulerkan kelompok musik Kansas dari AS pada 1977. [jm/em] [ab/uh]