Penyelidik Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk hak asasi manusia di Korea Utara menyerukan agar isu-isu hak asasi manusia dimasukkan dalam KTT Amerika - Korea Utara minggu depan di Shanghai, tentang denuklirisasi semenanjung Korea.
Penyelidik PBB Tomas Ojea Quintana mengatakan dia tidak percaya membicarakan situasi hak asasi manusia di Korea Utara akan merongrong KTT. Sebaliknya, ia mengatakan pembicaraan semacam itu akan menguntungkan Korea Utara karena akan menunjukkan keinginan Korea Utara untuk menjadi negara yang normal.
Dia mengatakan kepada VOA bahwa Amerika Serikat telah mengambil sikap yang sangat kuat mengenai situasi hak asasi manusia di Korea Utara, jadi dia percaya dan berharap Presiden Amerika Donald Trump akan menindak- lanjuti hal ini dalam pembicaraannya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
"Kalau tidak, itu akan menjadi kekeliruan. Pertama jika isu hak asasi manusia tidak dibahas dalam perundingan de-nuklirisasi Semenanjung Korea, saya pikir perundingan tidak mungkin menghasilkan perjanjian yang abadi," kata Tomas Ojea.
Ojea mengatakan sejarah menunjukkan bahwa mengabaikan hak asasi manusia bertentangan dengan kepentingan semua orang. Dia mengemukakan isu hak asasi manusia disisihkan 25 tahun yang lalu ketika kesepakatan kerangka kerja dibuat untuk membekukan pembangkit listrik tenaga nuklir Korea Utara. Dia mengatakan hak asasi manusia ditinggalkan lagi dalam pembicaraan enam pihak belum lama ini.
"Proses-proses itu, meskipun tujuannya baik, tetapi tidak berhasil. Jadi, agar proses baru ini berhasil, pendapat saya yang sederhana sebagai pelapor hak asasi manusia adalah bahwa dialog hak asasi manusia harus dimasukkan karena merupakan bagian dari diskusi. Hak asasi manusia serta keamanan dan perdamaian saling terkait, dan sekarang inilah situasi di mana kita bisa membuktikannya," tambahnya.
Korea Utara dianggap memiliki salah satu rekam jejak hak asasi manusia terburuk di dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh pemerintah negara itu memperluas pelanggaran berat hak asasi manusia, beberapa dianggap merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pelanggaran tersebut termasuk pelanggaran hak atas pangan, kerja paksa, penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan. Sebuah laporan pada tahun 2014 mendapati antara 80.000 sampai 120.000 orang ditahan di kamp-kamp tahanan politik. [sp/al]