Dalam serangan tajam terhadap para pemimpin kudeta Myanmar, penyelidik khusus Thomas Andrews menyajikan bukti yang terdokumentasi dari kejahatan kekejaman massal terhadap rakyat Myanmar. Ia mengatakan 1.100 orang lebih tewas sementara 8.000 lebih ditangkap secara sewenang-wenang, dan 230.000 lebih mengungsi secara paksa. Ini terjadi sejak junta militer pada 1 Februari menyingkirkan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang dipilih secara demokratis.
Andrews menggambarkan secara rinci pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa di jalan-jalan, pemukulan dan penyiksaan orang-orang dalam tahanan, seluruh desa diserang oleh bom dan granat yang diluncurkan dengan roket. Ia mengatakan tidak ada yang dibiarkan selamat, bahkan anak-anak. Ia mencatat setidaknya 75 anak berusia 14 bulan hingga 17 tahun telah dibunuh oleh pasukan junta hingga Juli.
“Saya juga menerima laporan yang bisa dipercaya tentang anak-anak yang disiksa, termasuk dua anak laki-laki yang kelaparan dan kemudian kaki mereka dibakar dengan batang besi… Sekarang junta semakin mengandalkan taktik bejat lainnya, penggunaan hukuman kolektif, termasuk penculikan anggota keluarga mereka yang dicari dengan surat perintah penangkapan, tetapi tidak bisa ditemukan oleh polisi dan pasukan militer,” ungkapnya.
Selanjutnya, Andrews mengatakan rakyat tidak membiarkan begitu saja penyiksaan oleh para jenderal. Ia mengatakan anggota pemerintah sipil dan pemimpin etnis yang digulingkan telah membentuk Pemerintah Persatuan Nasional sebagai oposisi yang sah terhadap junta militer. Ia mengatakan Pasukan Pertahanan Rakyat yang dipimpin sipil mengamankan desa-desa. Namun ia mencatat Myanmar tidak akan mendapatkan kebebasannya tanpa dukungan dan tindakan yang kuat dari komunitas internasional.
“Dalam pandangan saya, niat baik dari mereka yang ingin mengakhiri kekerasan ini melalui keterlibatan dan dialog tidak akan berhasil selama militer junta tidak berkeinginan untuk mengakhiri kebrutalannya, dan ini hanya bisa dilakukan dengan pengaruh… Faktanya adalah upaya komunitas internasional saat ini untuk menghentikan semakin memburuknya kejadian-kejadian di Myanmar sama sekali tidak berhasil,” ujarnya.
Penyelidik PBB itu menyerukan tindakan internasional dan sanksi ekonomi yang terkoordinasi terhadap junta. Misalnya, Andrew mengatakan sanksi terhadap Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar bisa menghentikan junta untuk terus mencuri kekayaan sumber daya alam negara itu. Ia mengatakan embargo senjata yang komprehensif dan penggunaan teknologi untuk tujuan damai dan militer bisa menyelamatkan nyawa rakyat Myanmar. [my/lt]