Tautan-tautan Akses

Penyelidikan Senat AS Temukan Adanya Hubungan antara Mobil Impor dan Kerja Paksa


Anggota komunitas Uighur yang tinggal di Turki, menggelar demonstrasi di Istanbul, 10 Februari 2021. Investigasi Kongres AS sebut BMW, Jaguar Land Rover, dan Volkswagen menggunakan komponen dari pemasok China yang dilarang karena dugaan kerja paksa. (Foto: AP/Mehmet Guzel)
Anggota komunitas Uighur yang tinggal di Turki, menggelar demonstrasi di Istanbul, 10 Februari 2021. Investigasi Kongres AS sebut BMW, Jaguar Land Rover, dan Volkswagen menggunakan komponen dari pemasok China yang dilarang karena dugaan kerja paksa. (Foto: AP/Mehmet Guzel)

Investigasi Kongres Amerika Serikat yang dirilis Senin (20/5) menemukan bahwa produsen mobil BMW, Jaguar Land Rover dan Volkswagen telah menggunakan komponen dari para pemasok China yang dilarang di AS karena diduga terkait dengan kerja paksa.

Laporan Komisi Keuangan Senat mengatakan BMW telah memproduksi dan mengimpor kendaraan dengan suku cadang yang "diduga dibuat dengan kerja paksa", sementara Jaguar Land Rover mengimpor suku cadang dengan masalah yang sama.

VW juga membuat kendaraan untuk pasar AS dengan komponen serupa, dan memiliki “hubungan bisnis yang berkelanjutan” dengan manufaktur di wilayah Xinjiang, China baratlaut, kata laporan itu.

Beijing dituduh memenjarakan lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan fasilitas penahanan di Xinjiang – meskipun para pejabat di negara itu membantah keras hal ini.

Di Amerika Serikat, Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uyghur (UFLPA) melarang impor semua barang dari Xinjiang kecuali perusahaan-perusahaan tersebut memberikan bukti yang dapat diverifikasi bahwa produksi mereka tidak melibatkan kerja paksa.

“Pengawasan mandiri yang dilakukan para pembuat mobil jelas tidak berhasil,” kata ketua Komisi Keuangan Senat dari Partai Demokrat Ron Wyden pada akhir penyelidikan dua tahun tersebut.

Dia meminta pejabat bea cukai AS untuk meningkatkan penegakan hukum dan “menindak perusahaan yang memicu penggunaan kerja paksa yang memalukan di China.”

Laporan terbaru menyelidiki komponen dari Sichuan Jingweida Technology Group Co, sebuah perusahaan yang ditambahkan ke daftar entitas UFLPA pada tahun 2023 karena partisipasi dalam praktik bisnis yang dikatakan menargetkan anggota kelompok yang teraniaya seperti Uighur di China.

Para karyawan bekerja merakit kendaraan di pabrik SAIC Volkswagen di Urumqi, Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, China, 4 September 2018. (China Daily via Reuters)
Para karyawan bekerja merakit kendaraan di pabrik SAIC Volkswagen di Urumqi, Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, China, 4 September 2018. (China Daily via Reuters)

Pemasok produsen mobil itu diketahui mengambil komponen secara tidak langsung dari Jingweida, yang berarti suku cadang tersebut dilarang untuk kendaraan yang ditujukan untuk pasar AS.

Volkswagen mengungkapkan awal tahun ini bahwa pengiriman kendaraannya ke Amerika Serikat mencakup suku cadang yang dibuat oleh sebuah perusahaan pemasok yang masuk daftar hitam, dan berencana mengganti komponen itu sebelum mobil tersebut memasuki AS.

“Kami bertindak secepat mungkin dan bertanggung jawab untuk mengganti suku cadang tersebut,” kata juru bicara VW saat menjawab pertanyaan.

Juru bicaranya menambahkan bahwa VW “berkomitmen untuk mencegah penggunaan kerja paksa dalam rantai pasokan kami.”

BMW juga diketahui telah "mengimpor ribuan kendaraan yang ditujukan ke Amerika Serikat termasuk suku cadang yang dilarang berdasarkan UFLPA," kata komite tersebut.

Ia menambahkan bahwa BMW mengungkapkan setelah ditanyai bahwa setidaknya 8.000 mobil Mini Cooper yang mengandung komponen tersebut dikirim ke negara tersebut.

“BMW terus mengimpor produk yang diproduksi oleh JWD hingga setidaknya April 2024,” kata laporan itu merujuk pada Jingweida.

Menanggapi pertanyaan AFP, BMW mengatakan pihaknya telah "mengambil langkah-langkah untuk menghentikan impor produk yang terdampak, dan akan memberikan layanan konsumen dan pemberitahuan kepada dealer terakit kendaraan bermotor yang terdampak."

Ketika ditanya tentang temuan Senat, Kementerian Luar Negeri China pada hari Selasa mengutuk UFLPA sebagai “undang-undang yang jahat”. Undang-undang ini “bahkan bisa disebut sebagai undang-undang pelanggaran hak asasi manusia yang paling terkenal di abad ke-21,” kata juru bicaranya, Wang Wenbin.

“Perilaku yang sangat mementingkan diri sendiri yang dengan seenaknya menghancurkan aturan perdagangan internasional dan sangat mengganggu produksi dan rantai pasokan internasional adalah manifestasi dari tirani penindasan Amerika Serikat,” tambahnya. [ab/ns]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG