Awal Agustus 2011 Badan Pusat Statistik atau BPS menyampaikan catatannya bahwa sejak Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Tiongkok mulai awal tahun 2010, setiap bulan Indonesia mengalami defisit termasuk tahun ini. Untuk priode Januari hingga Juni 2011 nilai ekspor produk Indonesia ke Tiongkok sekitar 8 milyar dollar Amerika sementara nilai impor produk Tiongkok ke Indonesia sekitar 12 milyar dolar Amerika. BPS mencatat rata-rata defisit terjadi setiap bulan sebesar 600 juta dollar Amerika namun untuk Juni 2011 turun menjadi sebesar 300 juta dolar Amerika
Menanggapi penurunan tersebut, Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa di Jakarta, Kamis berpendapat kondisi itu harus dipertahankan Indonesia. Menko Hatta Rajasa menilai defisit terjadi karena saat ini Tiongkok menerapkan tingkat suku bunga tinggi serta biaya produksi terus naik akibat semakin agresifnya ekspor Tiongkok ke berbagai negara.
Menteri Hatta Rajasa mengatakan, "Ini menguntungkan kita untuk kita meningkatkan daya saing kita dan ternyata juga relokasi terjadi di tempat kita baik untuk sepatu dan sebagainya, dan kalau kita melihat defisit semakin menurun menunjukkan bahwa kita memiliki potensi untuk surplus nantinya dengan Cina.”
Sepanjang tahun lalu dan tahun ini, BPS mencatat perdagangan Indonesia dengan beberapa negara masih defisit namun surplus juga terjadi termasuk perdagangan dengan Amerika seperti disampaikan kepala BPS, Rusman Heriawan.
Ia mengatakan, “Kita defisit dengan Cina, defisit dengan Thailand, dengan Singapura, yang surplus adalah Amerika Serikat, Malaysia kemudian Korea Selatan”
Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Nina Sapti, pemerintah jangan hanya fokus pada neraca perdagangan jika menilai kegiatan ekspor impor mampu menopang pertumbuhan ekonomi, namun juga harus lebih aktif memasarkan sekaligus melindungi produk lokal.
Nina Sapti mengatakan, “Tidak ada maknanya kalau kita tidak bisa merebut pasar kita sendiri dan juga pasar luar negeri."
Henry Saparini, pengamat ekonomi dari lembaga kajian ekonomi Indef berpendapat pemerintah harus memperbaiki kelemahan sistem perdagangan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Jika tidak menurutnya maka pendapatan negara dari kegiatan eskpor impor akan turun sehingga target yang ingin dicapai gagal.
“Negara seperti Indonesia yang competitiveness nya itu juga sekarang ini semakin tertekan, penerimaan negara dari ekspor yang memilih competitive tinggi itu juga rendah, maka semestinya ini cukup mengkhawatirkan," ujar Henry Saparini.
Target ekspor Indonesia ke berbagai negara tahun ini sekitar Rp 180 milyar dolar Amerika, naik dari realisasi ekspor tahun lalu sekitar 160 milyar dolar Amerika. Pemerintah optimistis target tersebut akan terlampaui bahkan mampu menembus angka 200 milyar dolar Amerika. Tiga negara andalan tujuan ekspor Indonesia adalah Jepang, Tiongkok dan Amerika Serikat.