Din Tai Fung, restoran dim sum Taiwan dengan label bintang Michelin, mengatakan pihaknya menutup lebih dari selusin restorannya di China karena kondisi negara dengan perekonomian kedua terbesar di dunia itu sedang lesu.
Ditambah lagi, konsumen China yang sedang mengencangkan ikat pinggang memilih makanan yang lebih murah, kata restoran yang terkenal dengan antrean panjang dan berbagai jenis dim sum hangat.
Anak perusahaan Din Tai Fung, Beijing Hengtai Feng Catering Company, pada Senin (26/8) mengumumkan bahwa mereka berencana menutup seluruh 14 restorannya di China utara termasuk satu di Xiamen.
Perusahaan induk merek tersebut di Taipei mengatakan kepada VOA bahwa 18 restoran yang tersisa di China Timur, yang dijalankan oleh mitra lainnya yang berbasis di Shanghai, akan tetap beroperasi normal..
“Kami mohon maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan dan kekecewaan yang ditimbulkan oleh keputusan ini kepada banyak pelanggan setia Din Tai Fung kami,” kata anak perusahaan tersebut dalam sebuah pernyataan di aplikasi media sosial China, WeChat.
Perusahaan itu menambahkan, pembayaran pesangon dan penempatan para karyawan akan ditangani dengan baik.
Sekitar 800 karyawan akan terkena dampak dari langkah ini, yang terjadi ketika persaingan harga antar restoran memanas dan perubahan kebiasaan konsumen di China.
Sejak Beijing mulai melonggarkan kebijakan pengendalian COVID-19 yang ketat pada akhir 2022, dengan mengizinkan lebih banyak orang untuk makan di luar lagi, konsumen China menjadi lebih berhemat dalam pengeluaran mereka, mengingat berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi negara ini, mulai dari krisis pasar properti hingga krisis ekonomi, tingkat pengangguran yang tinggi dan pasar saham yang merosot.
“Situasi saat ini di China adalah meskipun lalu lintas masih ramai, daya konsumsinya lemah, termasuk di industri jasa restoran,” kata Darson Chiu, ekonom dan direktur jenderal Konfederasi Kamar Dagang dan Industri Asia-Pasifik yang berbasis di Taiwan.
“Merek kelas atas seperti Din Tai Fung mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen karena mereka menurunkan tingkat konsumsi mereka dalam kondisi perekonomian China saat ini.”
Faktor lain yang menjadi tantangan bagi perusahaan seperti Din Tai Fung adalah menurunnya kepercayaan perusahaan asing terhadap perekonomian China dan menurunnya jumlah wisatawan asing ke China.
Dalam sebuah wawancara dengan Kantor Berita Taiwan, Central News Agency, Manajer Umum Beijing Hengtai Feng Galvin Yang mengatakan konsumen asing menyumbang 20 persen hingga 30 persen dari pelanggan Din Tai Fung di China, dan konsumen asing masih belum pulih ke tingkat sebelum pandemi.
Menurut DianPing, sebuah aplikasi yang menghubungkan orang-orang dengan bisnis dan restoran lokal, biaya kunjungan ke restoran Din Tai Fung di China rata-rata sekitar $21 atau setara Rp323.708.
Sebagian besar pesaing jaringan restoran ini di Beijing menawarkan penawaran prasmanan dengan harga yang jauh lebih masuk akal, sementara jaringan restoran cepat saji menyajikan makanan lengkap dengan harga lebih dari satu dolar atau sekitar Rp 15.400.
Terlepas dari kondisi Din Tai Fung di China, perusahaan tersebut – yang memiliki lebih dari 180 toko di seluruh dunia – telah meraih kesuksesan di Amerika Serikat, Korea Selatan, Inggris, dan Uni Emirat Arab.
Pada Juni dan Juli, Din Tai Fung membuka cabang baru di California dan New York. [ft/rs]