Pengadilan Thailand pada Kamis (7/11) memvonis bebas seorang perempuan atas keterlibatan dalam serangan bom di sebuah vihara populer di Bangkok pada 2015 yang menewaskan 20 orang. Sebagian besar korban adalah wisatawan.
Wanna Suansan dituduh terlibat dalam pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan kepemilikan alat peledak ilegal atas ledakan di vihara Erawan di jantung distrik perbelanjaan utama Bangkok.
Pengadilan di Bangkok memutuskan tidak ada cukup bukti yang memberatkan perempuan berusia 36 tahun itu dan membebaskannya dari semua tuduhan.
Tersangka utama pengeboman tersebut, dua pria Uighur, masih diadili, meski kasusnya telah berlarut-larut selama bertahun-tahun.
Wanna Suansan, yang berasal dari Provinsi Phang-Nga di selatan Thailand, dituduh menyewakan sebuah properti dan memasok bahan kimia kepada para pengebom.
Namun, Wanna sedang berada di Turki bersama suaminya pada saat ledakan terjadi. Hakim memutuskan bahwa para jaksa tidak bisa membuktikan hubungan antara dia dan para tersangka utama.
"Tidak ada foto-foto dia (Wanna-red) di tempat kejadian, tidak ada data telepon, atau panggilan telepon apapun yang menghubungkan dia dengan dua tersangka lainnya," ujar hakim membacakan putusan.
"Tidak ada bukti yang mendukung terdakwa bersalah atas dakwaan, dengan demikian pengadilan memvonis bebas terdakwa."
Wanna mengatakan dia lega dengan vonis bebas itu.
"Saya senang kasus ini berlalu— kasus ini sudah berjalan tujuh tahun dan mempengaruhi keluarga saya, ketiga anak saya," kata perempuan itu kepada para wartawan setelah pembacaan putusan.
Yusufu Mieraili dan Bilal Mohammed — yang juga dikenal sebagai Adem Karadag— sudah menjalani persidangan sejak 2016. Mereka dituduh meletakkan bom, tetapi kasus mereka berkali-kali ditunda karena kesulitan mencari penerjemah yang sesuai.
Lebih dari 100 saksi masih menunggu untuk memberi kesaksian.
Ledakan pada Agustus 2015 menarget sebuah vihara yang populer dikunjungi oleh pengunjung etnik China dan terjadi beberapa minggu setelah pemerintah junta Thailand kala itu, merepatriasi 109 orang etnik Uighur ke China. Para aktivis hak-hak asasi manusia (HAM) mengatakan kelompok minoritas Muslim itu mengalami tekanan budaya dan agama di China. [ft/rs]
Forum