Forum Jurnalis Aceh Peduli Bencana (FJAPB) mulai pekan ini akan menggelar beragam kegiatan dalam memperingati tujuh tahun bencana gempa dan tsunami.
Sekretaris Jenderal FJAPB, Fakhrurradzie Gade mengatakan Minggu di Banda Aceh (11/12), rangkaian kegiatan peringatan tujuh tahun bencana gempa dan tsunami salah satunya mewujudkan bentuk kampanye pengurangan risiko bencana.
Fakhrurradzie menjelaskan, “Lebih mengkampanyekan Pengurangan Resiko Bencana (PRB), Pekan jurnalis peduli bencana,berlangsung mulai 20 hingga 26 Desember 2011. Rangkaian kegiatan termasuk menggelar aneka lomba, lomba foto, lomba menulis feature, lomba membuat iklan layanan masyarakat dan lomba membuat film dokumenter.”
Menurut Radzie, kegiatan yang bertajuk “pekan jurnalis peduli bencana” ini juga mengadakan seminar nasional bertema induk “Siaga Sebelum Petaka”, menghadirkan sejumlah pakar dan kalangan pimpinan media baik nasional, lokal dan para pelaku bisnis di Indonesia.
“Siaga sebelum petaka, jurnalis merasa bertanggung jawab tugas untuk mengkampanyekan mengenai mitigasi bencana,” tambah Fakhrurradzie.
Lebih jauh Fakhrurradzie mengatakan rekomendasi hasil seminar nasional nantinya diharapkan akan melahirkan konsep peliputan bencana dan lahirnya ide awal prosedur standar (SoP) kebencanaan di lingkungan para pekerja media.
Fakhrurradzie juga mengatakan bahwa museum tsunami Aceh menjadi salah satu lokasi utama kegiatan peringatan tujuh tahun tsunami. Puncak peringatan tsunami 26 Desember 2011 dijadwalkan akan dihadiri sejumlah menteri dan unsur Muspida, terutama Gubernur Aceh dan jajaran parlemen provinsi.
“Di museum tsunami akan kita gelar malam kagum, dan pementasan yang terkait dengan kampanye pencegahan bencana,” ujar Fakhrurradzie.
Sebelumnya dengan dukungan Badan Pembangunan PBB (UNDP) dan pemerintah Aceh, Forum Jurnalis Aceh Peduli Bencana (FJAPB) telah merampungkan sejumlah agenda pelatihan Pengurangan Resiko Bencana. Bambang Hendro Samekto dari UNDP mengatakan pembekalan pengetahuan tentang Pengurangan Resiko Bencana, baik bagi jurnalis maupun masyarakat umum diharapkan akan bermanfaat bagi mereka dan lingkungan.
Menurut Bambang, Aceh sampai sekarang menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang cukup rentan dilanda bencana, terdapat 13 jenis bencana alam yang ada di Indonesia, enam di antaranya rentan terjadi di Aceh, di antaranya banjir, gempa bumi, tsunami,angin puting beliung, tanah longsor dan gunung api.
Bambang Hendro Samekto dari UNDP menambahkan, kemitraan global terkait pengurangan resiko bencana cukup penting bagi Indonesia.
Bambang menilai, “Cukup bagus, Indonesia sudah sangat terbuka bagi kemitraan global tentang pengurangan resiko bencana. Amerika banyak hal lebih maju dari kita, tentang peringatan dini bencana-bencana kita bisa belajar dari mereka.di Hawaii, AS ada pusat peringatan dini gempa, mereka segera tahu kalau ada gempa di seluruh dunia, ada potensi tsunami dan sebagainya.”
Tujuh tahun lalu, pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat provinsi Aceh. Gempa terjadi sekitar pukul delapan pagi, dengan pusat gempa sekitar 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Pakar mengatakan Gempa ini berkekuatan 9,3 skala Richter itu, merupakan gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir.
Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang meninggal di 8 negara. Dengan ketinggian ombak tsunami rata-rata setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand, yang merupakan negara dengan jumlah korban jiwa terbesar.
Sampai sekarang dari pantauan VOA, khusus untuk kegiatan studi dan riset mengenai tsunami, kalangan peneliti dunia dan para sukarelawan kerap mejadikan Aceh sebagai tempat studi lapangan. Pakar mengatakan dunia kini menambah satu lagi pusat riset tsunami antarnegara yang ada di provinsi Aceh. Pusat riset gempa dan tsunami terbesar dan tercanggih di dunia saat ini dimiliki beberapa negara, terutama Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan Tiongkok.