Masyarakat Peduli Media (MPM), Lembaga Swadaya Masyarakat di Yogyakarta yang melakukan penelitian tentang isi media, dalam kajiannya menemukan sebagian besar percakapan Twitter oleh para pendukung calon presiden pilihannya cenderung bernada negatif atau kampanye hitam, menyerang pihak yang berseberangan.
Peneliti Masyarakat Peduli Media (MPM) Yogyakarta Budi Hermanto mengatakan, dari 1.541 percakapan Twitter para pendukung calon presiden dalam pemilihan umum tahun ini, sekitar 1.300 diantaranya atau 86,4 persen bernada negatif dan menjelekkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lain yang bukan pilihannya. Hanya 13,6 persen isi percakapan Twitter bernada positif.
Kecenderungan tersebut, menurut Budi Hermanto, mirip dengan hasil kajian mereka terhadap media massa utama, khususnya televisi dan sejumlah koran yang tampak jelas berpihak kepada kelompok tertentu.
“Media (mainstream) terpolarisasi, kemudian beberapa tampak framing-nya berpihak kepada satu atau dua kelompok. Nah, kita ingin mengedukasi publik bahwa ada kepentingan dari media. Dalam perjalanannya (riset kami), media yang bukan mainstream, sosial media ini sama juga parahnya. Beda pilihan (capres) lalu penyikapannya merendahkan, hina-menghina begitu ya, ejek-mengejek tidak berdebat dan tidak dialogis,” ujarnya.
Topik kecenderungan media sosial khususnya tweeter yang digunakan untuk kampanye hitam tersebut didiskusikan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta Jumat petang (6/6).
Merespon hasil kajian yang dilakukan MPM tersebut, Komisioner KPU Yogyakarta, Farid Bambang Siswantoro menyatakan prihatin dan berjanji menyampaikan kepada tim sukses masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden agar memberikan pengertian kepada para pendukungnya untuk tidak melakukan kampanye hitam khususnya di Twitter.
“Black campaign tersebut sesuatu yang memprihatinkan. Kami akan upayakan kepada Tim Sukses untuk menghilangkan, mencegah hal itu atau mengelimininasi. Mengkondisikan supaya pendukungnya tidak melakukan black campaign karena itu tidak mencerdaskan,” ujarnya.
Salah satu peserta diskusi, Ida mengusulkan agar KPUD melakukan literasi kepada masyarakat bagaimana caranya menyaring informasi yang benar di media sosial.
“Mungkin melibatkan selebriti Twitter yang baik untuk kampanye, mungkin bisa disusun narasi; hai calon pemilih, begini lho caranya menganalisis, memilih informasi yang baik seperti ini lho. Perhatikan medianya, media itu punya siapa, KPU perlu bikin yang seperti itu,” ujarnya.
Budi juga mengharapkan agar KPU melakukan intervensi melalui regulasi agar para pendukung dan tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2014 mencegah tindakan kampanye hitam, khususnya melalui media sosial.
“Perlu membicarakan hal ini di internal (KPU), bagaimana regulasi penggunaan media oleh calon presiden atau peserta pemilu. Yang kedua saya kira KPU harus bisa memberikan warning begitu, mengingatkan kepada para peserta pemilu agar anggota, tim suksesnya maupun simpatisannya harus didorong berkampanye dengan cara yang lebih baik,” ujarnya.
Peneliti Masyarakat Peduli Media (MPM) Yogyakarta Budi Hermanto mengatakan, dari 1.541 percakapan Twitter para pendukung calon presiden dalam pemilihan umum tahun ini, sekitar 1.300 diantaranya atau 86,4 persen bernada negatif dan menjelekkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden lain yang bukan pilihannya. Hanya 13,6 persen isi percakapan Twitter bernada positif.
Kecenderungan tersebut, menurut Budi Hermanto, mirip dengan hasil kajian mereka terhadap media massa utama, khususnya televisi dan sejumlah koran yang tampak jelas berpihak kepada kelompok tertentu.
“Media (mainstream) terpolarisasi, kemudian beberapa tampak framing-nya berpihak kepada satu atau dua kelompok. Nah, kita ingin mengedukasi publik bahwa ada kepentingan dari media. Dalam perjalanannya (riset kami), media yang bukan mainstream, sosial media ini sama juga parahnya. Beda pilihan (capres) lalu penyikapannya merendahkan, hina-menghina begitu ya, ejek-mengejek tidak berdebat dan tidak dialogis,” ujarnya.
Topik kecenderungan media sosial khususnya tweeter yang digunakan untuk kampanye hitam tersebut didiskusikan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta Jumat petang (6/6).
Merespon hasil kajian yang dilakukan MPM tersebut, Komisioner KPU Yogyakarta, Farid Bambang Siswantoro menyatakan prihatin dan berjanji menyampaikan kepada tim sukses masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden agar memberikan pengertian kepada para pendukungnya untuk tidak melakukan kampanye hitam khususnya di Twitter.
“Black campaign tersebut sesuatu yang memprihatinkan. Kami akan upayakan kepada Tim Sukses untuk menghilangkan, mencegah hal itu atau mengelimininasi. Mengkondisikan supaya pendukungnya tidak melakukan black campaign karena itu tidak mencerdaskan,” ujarnya.
Salah satu peserta diskusi, Ida mengusulkan agar KPUD melakukan literasi kepada masyarakat bagaimana caranya menyaring informasi yang benar di media sosial.
“Mungkin melibatkan selebriti Twitter yang baik untuk kampanye, mungkin bisa disusun narasi; hai calon pemilih, begini lho caranya menganalisis, memilih informasi yang baik seperti ini lho. Perhatikan medianya, media itu punya siapa, KPU perlu bikin yang seperti itu,” ujarnya.
Budi juga mengharapkan agar KPU melakukan intervensi melalui regulasi agar para pendukung dan tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2014 mencegah tindakan kampanye hitam, khususnya melalui media sosial.
“Perlu membicarakan hal ini di internal (KPU), bagaimana regulasi penggunaan media oleh calon presiden atau peserta pemilu. Yang kedua saya kira KPU harus bisa memberikan warning begitu, mengingatkan kepada para peserta pemilu agar anggota, tim suksesnya maupun simpatisannya harus didorong berkampanye dengan cara yang lebih baik,” ujarnya.