Tingginya angka perebakan virus corona di Surabaya merupakan indikasi rendahnya persepsi masyarakat akan resiko virus itu dan kurang kuatnya pesan dan informasi yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat.
Peneliti dan sosiolog bencana dari Nanyang Technological University, Singapura, Sulfikar Amir, mengatakan dari 2895 warga Surabaya yang disurvei, 59 persen di antara mereka memiliki persepsi risiko yang rendah terhadap virus corona.
Menurut Sulfikar, dalam skala lima, tingkat kesiapan masyarakat Surabaya hanya 3,42.Padahal, masyarakat dikatakan masuk kategori agak siap bila skornya 4, sementara kategori siap skornya 5.
Dari berbagai variabel yang diteliti, Sulfikar mengatakan, persepsi risiko masyarakat terhadap bahaya virus corona merupakan faktor penting dalam menurunkan kurva angka penderita virus corona.
“Kalau pemerintah memberikan informasi dan pengetahuan yang tidak valid atau tidak solid, dampaknya itu akan kepada pemerintah sendiri, akhirnya masyarakat menjadi tidak mawas diri, masyarakat menjadi cuek, lalu masyarakat menjadi tidak terlalu peduli, dan ini akan mengakibatkan laju penularan semakin tinggi. Persepsi risiko yang paling rendah, itu adalah tempat ibadah. Jadi, ada sekitar 40 persen yang mengatakan bahwa kemungkinannya sangat kecil dan kecil untuk terkena Covid-19 ketika mereka ke tempat ibadah,” kata Sulfikar Amir.
Sulfikar menyebut perlu ada intervensi sosial untuk percepatan penanganan corona di Jawa Timur, khususnya di Surabaya yang memiliki jumlah angka penderita positif terbanyak. Intervensi sosial ini merupakan tindakan untuk meningkatkan persepsi masyarakat terhadap bahaya virus corona, sehingga dapat mengurangi jumlah pasien yang dirujuk ke rumah sakit.
“Peningkatan persepsi risiko itu harus dibarengi dengan kebijakan pemerintah di dalam pembatasan sosial secara lebih ketat. Jadi supaya ini bisa bekerja dengan baik untuk menekan laju penularan di Surabaya yang sekarang situasinya itu sangat genting,” ujar Sulfikar.
Sulfikar mengatakan, faktor ekonomi masih menjadi alasan dominan bagi masyarakat untuk tetap beraktivitas dan mengabaikan social distancing. Karena fakta itu pula, pemerintah perlu membuat kebijakan pembatasan sosial di beberapa ruang publik secara tegas.
Irma Hidayana dari Koalisi Masyarakat untuk Covid-19 mengatakan, peningkatan yang tinggi untuk kasus corona di Surabaya, perlu disikapi dengan melakukan sejumlah tes berbasis molekular secara proporsional, dan bukan sekedar rapid test yang dilakukan secara acak dan kemudian diikuti dengan contact tracing. Menurutnya, strategi ini diharapkan menjadi langkah efektif dalam membantu percepatan penanganan kasus corona di kawasan yang menjadi pusat penularan.
“Peningkatan kasus yang sangat tajam, seharusnya memang yang dilakukan bukan lagi hanya dengan contact tracing, tetapi memastikan bahwa jumlah tes berbasis molekular yang nanti akan digunakan untuk mengetes spesimen virus corona itu, dipastikan dilakukan secara akurat dan proporsional sesuai dengan jumlah penduduk setempat di mana lokasi tersebut menjadi episentrum,” kata Irma. [pr/ab]