Perwakilan Khusus Amerika untuk Afghanistan Thomas West bersama Utusan Khusus Amerika untuk Perempuan, Anak Perempuan dan HAM Afghanistan Rina Amiri, dan Kepala Misi Amerika Untuk Afghanistan yang berkedudukan di Doha, Karen Decker, telah melangsungkan pertemuan dengan delegasi perwakilan senior Taliban dan sejumlah pakar di Doha, Qatar, pada tanggal 30-31 Juli lalu. Delegasi Taliban dipimpin Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Muttaqi, yang mencuit di Twitter tentang pertemuan itu.
Pernyataan tertulis Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan selain menyampaikan keprihatinan mendalam dengan memburuknya krisis kemanusiaan di negara berpenduduk 40 juta jiwa itu, para pejabat Amerika juga menyoroti situasi hak asasi terutama terhadap perempuan dan anak perempuan, serta masyarakat yang rentan; serta terus terjadinya penahanan, pemberangusan media dan pembatasan praktik keagamaan.
Delegasi Amerika juga bertemu dengan perwakilan Bank Sentral dan Kementerian Keuangan Afghanistan, di mana kedua pihak mencatat penurunan inflasi, namun belum ada pertumbuhan ekonomi.
Taliban Ingin AS Cairkan Aset Afghanistan
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan Abdul Qahar Balkhi lewat Twitter mengatakan kedua pihak membahas cara menumbuhkan rasa saling percaya, langkah-langkah praktis untuk mencabut para pejabat Taliban dari daftar hitam dan pencabutan sanksi, pencairan cadangan devisa Afghanistan, stabilitas ekonomi, isu HAM, dan jaringan narkoba.
Taliban menegaskan hal paling penting untuk menumbuhkan rasa saling percaya adalah dikeluarkannya sejumlah pejabat Taliban dari daftar hitam Deplu AS serta dicairkannya cadangan devisa yang dibekukan Amerika agar dapat membangun perekonomiannya tanpa bergantung pada bantuan asing.
Rosyidin: AS Sulit Kabulkan Tuntutan Jika Taliban Tak Penuhi Janji
Diwawancarai melalui telpon, pengamat hubungan internasional di Universitas Diponegoro Mohamad Rosyidin menilai kecil kemungkinan Amerika mencairkan aset itu sebelum Taliban memenuhi janji yang disampaikannya saat mengambil alih kekuasaan pertengahan Agustus 2021 lalu.
"Tuntutan mereka (Taliban) juga menurut saya agak sulit dipenuhi Amerika, yaitu soal pencairan aset terutama. Mereka sangat emnginginkan itu. Di sisi lain, Amerika memiliki cara pandang yang sulit diterima oleh Taliban, yaitu penghormatan tentang HAM, demokrasi, nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini agak sulit diterima oleh kelompok Taliban sebagai kompensasi untuk mencairkan aset itu," kata Rosyidin.
Rosyidin juga menilai kebijakan pembekuan aset Bank Sentral Afghanistan yang berjumlah sekitar tujuh miliar dolar oleh Amerika itu sebagai pelanggaran HAM karena berdampak bagi kehidupan masyarakat Afghanistan dan bukan menyasar kelompok Taliban saja.
Hal senada disampaikan pengamat hubungan internasional di Universitas Indonesia Yon Machmudi, yang menilai kebijakan itu tidak sesuai dengan kepentingan dunia internasional. Dia mencontohkan beberapa aset milik Arab Saudi yang juga tidak dapat digunakan karena ada persoalan politik atau HAM yang diklaim oleh Amerika.
Yon menekankan Taliban harus bisa meyakinkan bahwa aset yang dibekukan adalah milik negara, bukan milik Taliban; dan bahwa pencairan aset akan digunakan untuk membangun dan mensejahterakan rakyat Afghanistan.
Bank Dunia: Kemiskinan di Afghanistan Mengarah ke Kemiskinan Universal
Kemiskinan di Afghanistan telah mengarah ke kemiskinan universal. Menurut Bank Dunia, kemiskinan universal adalah kondisi yang menunjukan orang-orang bertahan hidup dengan hanya satu dolar Amerika atau setara dengan 15.000 rupiah per hari atau bahkan kurang. Tingkat pendapatan seperti itu benar-benar hanya untuk satu kali makan per hari.
Badan Urusan Pangan PBB WFP pada bulan April lalu mengatakan dibutuhkan sedikitnya US$800 juta untuk membantu warga Afghanistan selama enam bulan ke depan, terutama di daerah-daerah yang terancam kelaparan akut. Dan hingga awal Agustus itu belum sepuluh persen dari target itu tercapai.
Yon Machmudi mengatakan perundingan di Doha menunjukkan ada proses kemajuan dalam hal negosiasi dan diplomasi antara Taliban dan dunia internasional, sehingga Amerika mau melakukan perundingan lanjutan.
"Amerika sendiri melihat penting untuk melakukan pertemuan, perundingan dengan Taliban. Bukan kemudian dibiarkan atau tidak ada perhatian terhadap Afghanistan di bawah Taliban. Jadi sedikit banyak akan membawa perubahan kepada rakyat yang ada di Afghanistan," ujar Yon.
Yon menegaskan ketika Afghanistan dibiarkan dalam kondisi tanpa perhatian dunia internasional, yang akan membayar harga paling mahal adalah rakyat Afghanistan.
Ketika diminta tanggapan atas pertemuan delegasi Amerika dan Taliban, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika di Kementerian Luar Negeri Indonesia Abdul Kadir Jaelani mengatakan belum mendengar hasilnya sehingga belum dapat memberikan tanggapan. [fw/em]
Forum