Sejumlah eksekutif Facebook, Google dan Twitter akan menghadap Kongres untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana layanan mereka digunakan oleh agen-agen intelijen Rusia untuk mempengaruhi pemilu presiden Amerika Serikat 2016. Di Silicon Valley, di mana banyak perusahaan teknologi bermarkas, ada kekhawatiran, pemeriksaan ini akan menciptakan peraturan-peraturan baru.
Facebook dan perusahaan-perusahaan teknologi lain kian menjadi sorotan terkait peran yang mungkin mereka mainkan dalam membantu agen-agen Rusia mempengaruhi pemilu Presiden Amerika Serikat 2016.
Ann Ravel, mantan komisioner Komisi Pemilu Federal mengatakan, "Tangungjawab Facebook lebih besar daripada yang diakui mereka. Mereka mungkin memang tidak memahami sepenuhnya perang propaganda yang saat itu berlangsung, yang jelas-jelas terjadi. Namun mereka mengetahui, mereka adalah partisipan yang mengubah proses pemilu.”
Pernyataan Ravel ini mungkin ada benarnya. Semakin banyak bukti menunjukkan Facebook, Google dan Twitter dimanfaatkan oleh Rusia untuk mempengaruhi hasil pemilu presiden 2016.
“Pada intinya, kita harus memiliki transparansi.”
Para pemimpin Kongres, dan banyak warga Amerika, ingin mengetahui bagaimana Google, Facebook dan Twitter digunakan oleh agen-agen asing yang berusaha mempengaruhi pemilu.
Seorang warga Amerika mengatakan, “Media sosial bisa diakses siapa saja. Dan terkait politik, saya kira ini bisa digunakan untuk menggagalkan sesuatu atau untuk menimbulkan kontroversi. Anda tahu, di sana ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Orang-orang bisa mengungah apa saja yang mereka inginkan. Kebenaran atau kebohongan.”
Seorang warga Amerika lain berujar, “Saya kira Facebook ikut bertanggungjawab. Karena, jika kita tahu, ada sesuatu yang mempengaruhi demokrasi, dan ada suatu kebohongan, ada alasan bagi kita untuk menentangnya. Ini demokrasi kita.”
Seorang warga lain berpendapat lebih keras, “Saya kira Facebook seharusnya juga dikenai sanksi. Namun sanksi itu tidak boleh melanggar hak-hak demokrasi rakyat untuk mengungkapkan pendapat. Jika mereka ikut berperan dalam proses itu, mereka juga patut dipersalahkan.”
Nate Persily dari Fakultas Hukum Universitas Stanford di California, mengatakan, internet bisa mempengaruhi demokrasi.
“Internet menghadirkan tantangan-tantangan unik bagi demokrasi. Awalnya orang berpendapat, itu adalah kekuatan egalitarian, atau pada intinya memberikan suara bagi mereka yang pendapatnya tidak didengar. Kita mengetahui, sekali kita membiarkan seseorang mengungkapkan pendapatnya ke sebanyak orang yang diinginkannya, tanpa memperdulikan kapan pun, itu akan memberikan kesempatan serupa kepada merela yang ingin menyampaikan ujaran-ujaran yang tidak demokratis,” kata Nate.
Sebuah proposal yang saat ini dibahas di Kongres akan mengharuskan perusahaan-perusahaan online mengungkapkan siapa yang membayar iklan-iklan politik.
Perusahaan-perusahaan di Silicon Valley mengatakan, mereka bekerja sama dengan Kongres dan para penyelidik pemerintah. Namun mereka juga sedang melobi Washington untuk memastikan peraturan-peraturan baru yang kelak dibuat tidak akan merugikan bisnis mereka. [ab/lt]