Dampak perubahan iklim khususnya dirasakan oleh petani di seluruh dunia. Di Kenya, suhu yang meningkat, cuaca ekstrim dan pola hujan yang berubah menyulitkan hidup sekitar 600.000 petani teh skala kecil. Laki-laki dan perempuan yang menanam minuman terpopuler kedua di dunia ini disarankan untuk tidak menggantungkan hidup mereka hanya pada teh.
Alice Kariuki menanam teh di lahan tinggi Kenya, sekitar beberapa jam dari Nairobi utara. Ia mengatakan akhir-akhir ini musim semakin sulit diprediksi dari biasanya.
“Ketika kita menginginkan hujan, justru yang terjadi matahari bersinar terang," kata Kariuki.
Kenya adalah produsen teh ketiga terbesar dunia, mengekspor teh senilai $1,3 milyar pada tahun 2013.
Ratusan ribu petani skala kecil bekerja di industri teh di Kenya. Industri ini adalah industri ekspor terbesar di negara tersebut. Namun mereka mulai merasa dampak perubahan iklim.
Suhu yang meningkat merusak tanaman teh, kata ahli agronomi Steven Mwaniki.
“Matahari terik. Lihat kan? Matahari sangat panas, cenderung terik," kata Mwaniki.
Dan bukan hanya panas ekstrim. Lahan yang mati akibat dingin ekstrim juga biasa ditemukan. Kerusakan yang disebabkan oleh serangga dan penyakit juga meningkat.
“Jumlah hama yang datang meningkat akibat perubahan iklim," kata Mwaniki.
Hal ini menambah ancaman terhadap industri teh Kenya. ETP, Kemitraan teh yang adil terhadap petani yang berbasis di London, dan lainnya menerbitkan riset yang menunjukkan area berwarna merah tidak cocok untuk ditanam pada tahun 2050 dibandingkan saat ini.
Bagi petani skala kecil yang menanam sebagian besar tanahnya dengan teh, kemiskinan yang parah adalah resiko nyata.
Jadi ETP menyarankan petani untuk mendengarkan nasehat dari Alice Kariuki.
“Anda tidak bisa menanami seluruh lahan dengan teh. Anda butuh teh, Anda butuh jagung untuk makan. Bila Anda hanya menanam teh, Anda tidak akan punya banyak uang," katanya.
Lahan Kariuki seluas setengah hektar tidak hanya padat dengan teh, tapi juga kol, brokoli, jagung dan lainnya. Ia berinvestasi pada sapi, ayam dan kambing dan unit biogas yang mengubah kotoran ternak menjadi bahan bakar memasak.
“Hewan memberikan saya susu, uang dan biogas," kata Kariuki.
ETP dan lainnya mendukung pelatihan untuk petani seperti Kariuki, agar ia bisa membagikan pengetahuannya kepada tetangganya.
Sejauh ini berjalan dengan perlahan, tapi Steven Mwaniki optimis.
“Berpura-pura bahwa perubahan iklim tidak terjadi dan tidak melakukan upaya adalah hal yang terburuk. Kami senang para petani menyadari bahwa perubahan iklim terjadi. Dan tentu saja kita harus melakukan sesuatu untuk mengatasi ini," ujarnya.
Sesuatu yang mereka harap bisa mempertahankan industri teh Kenya tetap kuat.