Seorang petugas kebersihan di Provinsi Nusa Tenggara Barat menghadapi ancaman hukuman penjara maksimal enam tahun karena diduga menyebut “pembantaian” “babi” Palestina dalam video yang diunggahnya di TikTok.
Videonya itu dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik (UU ITE).
"Tersangka telah membuat konten Tiktok yang memfitnah negara Palestina dengan kata-kata yang tidak pantas," kata polisi dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir oleh Reuters.
Reuters tidak dapat secara independen mengidentifikasi akun Tiktok tersangka. Reuters mengutip Kompas TV, yang menayangkan klip tersebut, dan melaporkan bahwa tersangka telah meminta maaf. Tersangka mengatakan bahwa dia telah salah menyebut Palestina, padahal yang dimaksudnya adalah Israel.
Tersangka berusia 23 tahun itu didakwa melanggar UU ITE, yang mengatur aktivitas daring, termasuk pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
Para aktivis hak-hak asasi manusia (HAM) sudah lama mengkritik UU ITE yang menurut mereka penafsirannya yang luas memungkinkan legislasi itu digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat, menarget pihak oposisi pemerintah, dan membatasi kebebasan berbicara.
Menurut data yang dikumpulkan oleh kelompok advokasi digital, Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet), Hampir 700 orang dipenjara dari 2016 hingga 2020 karena terjerat UU ITE.
Secara terpisah, sejumlah media melaporkan seorang siswa berusia 16 tahun di Sumatera dikeluarkan karena mengunggah pesan serupa di Tiktok minggu ini.
Erasmus Napitupulu, direktur eksekutif Institute for Criminal Justice Reform, mengatakan menuntut dan mengeluarkan remaja itu adalah pendekatan yang salah.
“Respons yang perlu diberikan adalah pendidikan, bukan hukuman,” ucapnya. [na/ft]