Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menegaskan tidak melaporkan kasus unggahan media sosial yang menyudutkan namanya ke kepolisian. Gibran, saat ditemui di Balai Kota Solo, Rabu (17/3), mengungkapkan kasus tersebut ada di tangan kepolisian. Menurut Gibran, dirinya sudah terbiasa dengan media sosial.
"Tanya Pak Kapolresta. Saya tidak pernah melapor loh. Orangnya juga tidak ditahan kan, hanya ditegur. Yang kayak gitu kan saya sudah biasa. Kita juga nggak gimana-gimana,” ujar putra sulung Presiden Jokowi ini kepada VOA, Rabu (17/3).
Polresta Solo awal pekan ini mengunggah pernyataan lisan Arham, warga Tegal, yang menyampaikan komentar di media sosial dan dianggap menyudutkan Gibran.
Dalam video berdurasi 2 menit 8 detik itu, Arham - yang berstatus mahasiswa di Yogyakarta - secara lisan meminta maaf kepada pada Gibran. Arham yang berbaju merah didampingi personil polisi tak berseragam di halaman Polresta Solo.
"Saya Arham pemilik akun instagram @arham_87, tanggal 13 Maret 2021, pukul 18.00 WIB. Benar saya menulis komentar di akun instagram @garudarevolution yang ber-follower 650 ribu tentang semifinal dan final Piala Menpora di Solo. Saya menulis komentar: tahu apa dia tentang sepak bola, tahunya cuma dikasih jabatan saja. Dengan ini saya meminta maaf kepada Bapak Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka,” ujarnya di tayangan video itu.
Video ini viral di media sosial karena polisi dianggap berlebihan dalam menyikapi unggahan komentar Arham terhadap Gibran.
Arham, di akun media sosial @arham_87 menuliskan komentar terkait unggahan akun@garudarevolution yang berisi keinginan Gibran agar laga semifinal dan final Piala Menpora digelar di Solo, Jawa tengah. Arham mengomentari akun tersebut dengan mempertanyakan pengetahuan dan kemampuan wali kota Solo dalam sepak bola dan menuding jabatan wali kota adalah pemberian.
Polresta langsung merespon unggahan Arham. Ia dimintai keterangan di Polresta Solo dan membuat pernyataan permintaan maaf pada Gibran terkait unggahan di media sosial tersebut.
Polisi Tegaskan Tak Ada Penangkapan
Kaplolresta Solo, Kombes Ade Safri Simanjuntak, menegaskan tidak menangkap Arham. Ade mengatakan unggahan Arham di media sosial tersebut termasuk menyebarkan hoaks. Menurut dia, pelaku sudah meminta maaf dan menandatangani surat pernyataan tertulis.
"Konten harus dibedakan. Virtual police datang dan hadir untuk memberikan edukasi pada warga masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial. Kita sudah DM (direct message -red) pelaku untuk menghapus postingan itu. Namun tidak dilakukan. Kita panggil ke Polresta untuk klarifikasi dan kita beri penjelasan bahwa jabatan wali kota, kepala daerah, itu hasil demokrasi semua pihak, mekanisme tahapan pilkada yang panjang. Jabatan kepala daerah itu bukan pemberian tetapi melalui proses demokrasi,” tegas Ade.
Lebih lanjut Ade mengungkapkan tidak akan tebang pilih dalam menangani kasus di media sosial, termasuk yang dialami Gibran tersebut. Ade bahkan menyebut sudah menangani 3-4 kasus serupa di media sosial. Dalam menangani kasus di media sosial, kepolisian juga melibatkan ahli bahasa, ahli informasi dan transaksi elektronik, hingga ahli pidana.
Kapolri Keluarkan Aturan Baru
Di awal masa jabatannya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada jajarannya untuk membuat panduan tentang penyelesaian kasus-kasus yang berkaitan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Salah satu poin yang perlu diatur, yaitu kasus dalam UU ITE yang bersifat delik aduan harus dilaporkan langsung oleh korban. Langkah ini sebagai tindak lanjut atas arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan agar tidak ada lagi penggunaan pasal-pasal karet UU ITE untuk mengkriminalisasi pihak tertentu.
Polisi juga membentuk “polisi virtual,” unit yang digagas Kapolri sebagai respons atas arahan Presiden agar polisi berhati-hati dalam memberlakukan pasal-pasal UU ITE. [ys/em]