Hal-hal yang menjadi kegemaran Joey Alexander termasuk The Avengers, SpongeBob dan Thelonious Monk.
Ia bocah Indonesia berusia 11 tahun yang normal, yang kebetulan sangat berbakat dalam bermain piano jazz dan telah membuat terkesan musisi-musisi jazz kawakan dunia seperti Wynton Marsalis dan Herbie Hancock.
Minggu ini, Joey merilis CD pertamanya, "My Favorite Things" (Hal-hal Favorit Saya), yang dibuka dengan versi 10 menit lagu John Coltrane yang luar biasa menantang dari segi harmoni, "Giant Steps." Ia juga memperlihatkan sentuhan sensitif pada balada-balada seperti "Lush Life" dari Billy Strayhorn dan "Round Midnight" gubahan Monk.
Ia tidak hanya mengaransemen semua musik, namun juga menulis komposisi asli, "Ma Blues," yang terinspirasi lagu klasik jazz milik Bobby Timmons "Moanin'."
"Bagi saya, jazz adalah sebuah panggilan. Saya cinta jazz karena ini merupakan kebebasan untuk mengekpresikan diri dan bersikap spontan, penuh irama dan penuh improvisasi," ujar pianis berambut mangkuk, yang tinggi badannya kurang dari 140 centimeter dan berbobot sekitar 40 kilogram, dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
"Teknik itu penting, namun bagi saya pertama-tama ketika saya bermain harus dari hati dan merasakan iramanya."
Joey membuat debutnya di AS bulan Mei 2014 pada gala tahunan Jazz at Lincoln Center (JALC), New York City, dengan menampilkan versi solo dari "Round Midnight."
Marsalis, direktur artistik JALC, membawanya ke Amerika dari Indonesia setelah seorang kawannya bersikeras bahwa ia harus menonton video YouTube yang memperlihatkan seorang bocah 10 tahun bermain lagu-lagu dari Coltrane, Monk dan Chick Corea.
"Rasanya tidak ada yang bisa bermain seperti itu pada seusianya," ujar Marsalis. "Saya sangat menyukai semua hal dari permainannya -- ritmenya, kepercayaan dirinya, dan pemahamannya akan musik."
Joey mengatakan bakat uniknya itu adalah "hadiah dari Tuhan."
Lahir di Bali, Joey yang bernama lengkap Josiah Alexander Sila mulai bermain piano pada usia enam tahun ketika ayahnya, seorang pianis dan gitaris amatir, membawa pulang kibor elektrik mini. Joey langsung bisa memainkan melodi "Well, You Needn't" dari Monk dan lagu-lagu jazz standar lainnya hanya dengan mendengarkan koleksi jazz ayahnya.
Sang ayah memberinya pelajaran musik, dan ia segera mulai bermain dengan musisi-musisi lokal. Orangtuanya kemudian melepaskan usaha wisata petualangan mereka dan pindah ke Jakarta agar Joey bisa bermain dengan musisi-musisi jazz terkemuka.
Pada usia delapan tahun, Joey mendapat kesempatan bermain untuk pahlawannya, Hancock, pada sebuah acara UNESCO di Jakarta. Joey mengatakan dorongan Hancock telah membuatnya "mendedikasikan" diri pada jazz.
Ayahnya, Denny Sila, mengatakan ia tidak pernah berniat agar putranya mengejar karir dalam musik jazz, namun kemudian berubah pikiran ketika Joey mengalahkan lebih dari 40 musisi profesional dalam kompetisi 2013 Master-Jam Fest untuk pemain improvisasi jazz di Ukraina.
Oktober lalu, Joey masuk ke studio untuk pertama kalinya untuk merekam "My Favorite Things." Ia baru-baru ini mendapatkan visa O-1 untuk "individu-individu dengan kemampuan luar biasa", yang memungkinkannya tinggal bersama keluarganya di New York untuk mengejar mimpi jazz-nya.
"Saya ingin berkembang dengan berlatih dan bermain, dan menantang diri saya untuk menjadi lebih baik setiap hari," ujar Joey.
Rencananya selanjutnya termasuk pertunjukan di festival jazz Montreal dan Newport yang bergengsi.
Produser Newport George Wein mengatakan, ia selalu enggan menampilkan "anak-anak ajaib", namun ia melakukan kekecualian setelah Jeanne Moutoussamy-Ashe, janda legenda tenis Arthur Ashe, membawa Joey ke apartemennya di Manhattan untuk bermain untuknya.
"Hal yang membedakannya dari sebagian besar pemain muda adalah kedewasaannya dalam pendekatan harmoninya," ujar Wein.
"Permainannya sangat kontemporer, namun ia juga memiliki pengetahuan sejarah musik."