Tautan-tautan Akses

Pidato Terakhir Biden di PBB Soroti Konflik Timur Tengah dan Ukraina 


Presiden AS Joe Biden saat menyampaikan pidato terakhirnya Selasa (24/9), kepada ratusan pemimpin dunia, di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. 
Presiden AS Joe Biden saat menyampaikan pidato terakhirnya Selasa (24/9), kepada ratusan pemimpin dunia, di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Presiden Joe Biden memperingatkan risiko perang skala penuh di Lebanon dan mengatakan sudah waktunya mengakhiri konflik di Gaza. Pernyataan itu dia sampaikan, dalam pidato terakhirnya pada Selasa (24/9), kepada ratusan pemimpin dunia, di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Perang skala penuh tidak menguntungkan siapa pun,” kata Biden, mengacu pada konflik yang meningkat antara Israel dan Hizbullah. Dia mengatakan solusi diplomatik masih mungkin dilakukan.

Saat konflik antara Israel dan Hamas di Gaza mendekati satu tahun, Biden mendesak semua pihak untuk “menyelesaikan persyaratan” gencatan senjata dan kesepakatan terkait sandera yang telah disetujui oleh Dewan Keamanan PBB.

Dan mengenai upaya Ukraina untuk melawan invasi Rusia, Biden mengatakan “Kita tidak boleh lelah. Kita tidak bisa berpaling, dan kami tidak akan menghentikan dukungan kami untuk Ukraina, sampai Ukraina menang dengan perdamaian yang adil dan langgeng.”

Namun, kalimat ini – tentang keputusannya untuk tidak mencalonkan diri kembali – yang mendapat tepuk tangan paling meriah dari hadirin yang memadati gedung, termasuk para pemimpin dari 193 negara anggota badan itu. Beberapa delegasi tidak bereaksi selama pidato Biden yang berdurasi 25 menit – khususnya, delegasi dari China dan Rusia, yang tidak bertepuk tangan atas pernyataannya.

“Rekan-rekan pemimpin, jangan pernah kita lupakan bahwa ada beberapa hal yang lebih penting daripada mempertahankan kekuasaan,” katanya. “Itu rakyat Anda.”

Pidato Biden disampaikan pada saat yang genting, menurut duta besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.

“Kami menyampaikan hal ini setiap tahun, tetapi Sidang Majelis Umum PBB ini tidak dapat dilaksanakan pada saat yang lebih kritis dan lebih menantang,” katanya dalam sebuah jumpa pers minggu lalu di PBB. “Daftar krisis dan konflik yang menuntut perhatian dan tindakan, tampaknya terus bertambah.”

Gaza dan ancaman konflik yang terus meningkat di kawasan itu, berada di urutan teratas daftar tersebut. Posisi AS tidak sejalan dengan anggota majelis umum lainnya, yang minggu lalu dengan suara mayoritas meloloskan sebuah resolusi, yang menuntut Israel mengakhiri pendudukannya atas wilayah Palestina dalam 12 bulan ke depan. Amerika Serikat termasuk di antara 14 negara yang memberikan suara tidak setuju.

Duta Besar Thomas-Greenfield mengatakan suara tidak setuju yang diberikan oleh AS sejalan dengan penolakan Washington terhadap “tindakan sepihak yang merusak prospek solusi dua negara.”

Dan pada Selasa, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan “perdamaian yang adil” di Ukraina dan memperingatkan tren yang merusak di seluruh dunia.

“Kita melihat era impunitas ini di mana-mana di Timur Tengah, di jantung Eropa, di Tanduk Afrika, dan sekitarnya,” katanya. “Sementara itu, Gaza adalah mimpi buruk yang tak henti-hentinya, yang mengancam untuk menguasai seluruh wilayah. Tidak usah mencari lebih jauh lagi selain Lebanon. Kita semua harus waspada dengan eskalasi ini.”

Biden juga menyoroti konflik-konflik ini – dan dalam pidatonya hari Selasa, memasukkan Sudan dan krisis kemanusiaannya yang meningkat ke dalam tiga konflik mendesak yang perlu diakhiri.

Selama berbulan-bulan, utusan Biden telah berpacu bersama Qatar dan Mesir untuk mencoba mempertemukan kedua pihak. Dan selama berbulan-bulan, mereka tampaknya berada di ambang kesepakatan, tapi lagi-lagi kemudian gagal. [lt/ns]

Forum

XS
SM
MD
LG