Perdana Menteri Inggris Theresa May menelpon Presiden Amerika Donald Trump, Selasa (19/12), dan membahas keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Keputusan Trump memicu Majelis Umum PBB untuk mengadakan pertemuan darurat yang jarang terjadi atas permintaan negara-negara Arab dan Muslim.
Percakapan telepon itu diungkapkan oleh juru bicara Downing Street, yang mengatakan kedua pemimpin membahas "posisi mereka yang berbeda"mengenai Yerusalem. Percakapan telepon terjadi sehari setelah May dan para pemimpin dari 13 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya mendukung resolusi yang meminta agar deklarasi Trump itu dicabut. Amerika memveto resolusi tersebut.
Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara ituakan mengadakan pemungutan suara tentang resolusi tersebut pada Kamis (21/12), menurut Utusan Palestina untuk PBB, Riyad Mansour. Pemungutan suara seperti ini tidak mengikat, tetapi memiliki bobot politik.
Perdana Menteri May dan Presiden Trump juga membahas "keprihatinan mendalam mereka tentang krisis kemanusiaan di Yaman,”kata juru bicara tersebut.Seorang pejabat senior PBB mengatakan Senin (18/12) bahwa faksi-faksi yang bersengketa harus mengizinkan lebih banyak bantuan untuk dikirim ke hampir 8,5 juta orang yang " menghadapi kelaparan" di Yaman.
"Mereka sepakat sangat penting membuka kembali jalur kemanusiaan dan komersial untuk mencegah kelaparan dan meringankan penderitaan orang-orang Yaman yang tidak bersalah," kata juru bicara tersebut.
Theresa May menjelaskan kepada Trump tentang "kemajuan yang baik baru-baru ini" dalam pembicaraan Brexit dan "menyetujui pentingnya kesepakatan perdagangan bilateral Brexit yang cepat," menurut juru bicara itu. Dia menambahkan Trump menguraikan "kemajuan yang telah dia buat dalam agenda ekonominya. " [sp/ii]