Perdana Menteri Turki Binali Yildirim, Selasa (18/4) mengatakan partai-partai oposisi hendaknya menghormati hasil referendum yang memberikan kekuasaan yang lebih luas kepada presiden negara itu.
Yildirim mengatakan kepada sekelompok anggota parlemen bahwa pihak oposisi “hendaknya tidak berbicara setelah rakyat berbicara.”
Presiden Recep Tayyip Erdogan menolak kecaman dari para pemantau pemilu internasional, dan menyatakan “pemungutan suara itu adalah yang paling demokratis” dipandang di negara Barat manapun, dan mengatakan para pemantau “seharusnya tahu tempat mereka.”
Dia mengatakan Turki akan mengabaikan temuan para pemantau dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), dan menyebut laporan-laporan mereka “bermotif politik.”
Para pemantau telah mempertanyakan kewajaran referendum hari Minggu itu, dan mengatakan peserta referendum itu bersaing di medan yang tidak seimbang. Dalam konferensi pers di Ankara, pemantau dari OSCE mengatakan kampanye untuk “Tidak” – yaitu suara yang menentang perluasan kekuasaan presiden – menghadapi berbagai kendala, termasuk kurangnya kebebasan menyatakan pendapat, intimidasi, dan sulitnya akses ke media.
Mereka juga mempertanyakan keputusan kontroversial oleh Mahkamah Agung Turki yang mengizinkan penggunaan surat suara yang tidak memiliki stempel resmi. Partai oposisi utama, CHP, menuduh bahwa sekitar satu setengah juta surat suara yang tidak dicap kemungkinan telah digunakan. Jumlah tersebut melebihi angka selisih kemenangan dalam referendum itu. [lt]