Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan secara resmi belum ada yang mengadukan berita media online Tribun Jakarta yang kontroversial di masyarakat. Berita berjudul "KPAI Ingatkan Wanita Berenang di Kolam Bareng Laki-laki Bisa Hamil, Begini Penjelasannya" tayang pada Jumat, 21 Februari 2020.
Namun, kata Zulkifli, secara informal perwakilan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menyampaikan akan membuat laporan soal berita ini. Sebab, kata dia, menurut perwakilan KPAI tersebut, berita Tribun itu tidak sesuai dengan tema yang diajukan jurnalis saat hendak mewawancarai Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty.
Kendati demikian, Laporan KPAI yang semestinya disampaikan pada Kamis (27/2/2020) ditunda karena ada urusan lain.
"Karena ini menjadi perhatian publik, kami akan mempercepat. Tapi kecepatan kami memproses sangat ditentukan oleh kecepatan mereka mengadukan. Karena kita dasarnya adalah pengaduan dari masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan. Kalau hari ini benar, maka dalam 1-2 pekan saya kira bisa cepat diproses," jelas Arif Zulkifli kepada VOA, Kamis (27/2/2020).
Zulkifli menambahkan materi laporan yang akan masuk ke lembaganya nantinya akan diperiksa oleh tenaga ahli dan didiskusikan sebagai bahan untuk mengambil kesimpulan atau sikap Dewan Pers. Secara pribadi, ia menilai Tribun tetap dapat mempublikasikan pernyataan komisioner KPAI tersebut meskipun pernyataan tersebut kurang masuk akal. Asalkan kata dia, tidak ada permintaan off the record atau background dari narasumber.
Hanya, kata dia, redaksi Tribun semestinya memverifikasi ulang atau menggali lebih dalam pernyataan narasumber yang menyebut kehamilan bisa terjadi di dalam kolam renang tanpa penetrasi fisik.
"Yang seharusnya dilakukan Tribun adalah ketika dia mengatakan ada penelitiannya, seharusnya dia mengejar, penelitian yang mana, siapa, kapan dalam jurnal apa, sehingga bisa menggali lebih dalam lagi," tambahnya.
VOA kemudian berusaha mengklarifikasi soal rencana laporan ke Dewan Pers. Namun, Ketua KPAI Susanto menjelaskan lembaganya belum memikirkan rencana pengaduan ke Dewan Pers soal berita Tribun.
Tidak jauh berbeda dengan Arif Zulkifli, Anggota Majelis Etik Nasional Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Willy Pramudya mengatakan langkah Tribun menjadikan pernyataan komisioner KPAI sebagai fakta bukan sebuah kesalahan. Namun, Tribun semestinya juga melakukan verifikasi lebih lanjut atas pernyataan tersebut.
Willy menjelaskan fenomena jurnalisme ludah seperti ini banyak dijumpai di media nasional dan internasional.
Jurnalisme ludah adalah jurnalisme yang hanya mengutip pernyataan narasumber dalam membuat berita. Kondisi serupa juga terjadi di media-media olahraga yang semestinya berbasis pada fakta-fakta di lapangan. Namun tidak jarang media olahraga menggunakan pernyataan narasumber seperti yang dilakukan Tribun untuk mendulang lebih banyak keuntungan dari pembaca.
"Penulis dan redaksi seperti menangkap peluang bahwa berita ini akan mendatangkan keuntungan bagi media. Artinya pada sisi ini, kalau di dunia penyiaran itu rating, kalau cetak adalah oplah, kalau media daring adalah click bait," jelas Willy kepada VOA, Kamis (27/2/2020).
Kendati secara praktik jurnalisme tidak salah, Willy menyarankan kepada jurnalis untuk kembali melayani kepentingan publik yakni dengan menyajikan berita-berita yang substansial bagi publik.
Vice Editor in Chief Tribun Jakarta Yulis Sulistyawan mengatakan verifikasi terhadap jurnal ilmiah yang disebut tidak dilakukan karena komisioner KPAI Sitti Hikmawatty tidak menyampaikan secara detail jurnal tersebut. Namun, ia menuturkan Tribun tetap melakukan verifikasi dengan mewawancarai sumber lain yang paham dengan kesehatan reproduksi.
"Jurnal internasional kadang-kadang kan aksesnya harus butuh referensi dari beliau (Sitti Hikmawatty). Tapi beliau tidak menyampaikan secara detail juga, karena banyak tema yang disampaikan saat itu juga," jelas Yulis kepada VOA, Kamis (27/2/2020).
Yulis menjelaskan pertimbangan redaksi Tribun menurunkan berita tersebut karena status Sitti Hikmawatty sebagai komisioner KPAI dan kompetensi keilmuannya. Meskipun belakangan, setelah berita tersebut dipublikasikan menjadi pro kontra di masyarakat.
Kata Yulis, pengakuan salah dari narasumber tersebut, sama halnya dengan kasus pemberitaan pemukulan Ratna Sarumpaet yang diberitakan sejumlah media nasional pada Oktober 2018. Baru kemudian setelah diketahui, Ratna Sarumpaet mengaku bahwa dirinya melakukan operasi plastik bukan dipukuli orang.
"Kita hargai siapapun yang akan mengadukan kita terkait proses penerbitan konten tersebut. Kita nanti bisa di-review di Dewan Pers, apakah kita melakukan kesalahan prosedur atau tidak," tambahnya. [sm/em]