Tiga wartawan senior Myanmar ditangkap oleh polisi di Thailand Utara. Mereka lari dari negara mereka setelah kantor berita tempat mereka bekerja diperintahkan militer untuk ditutup.
Ketiganya bekerja untuk DVB, yang juga dikenal sebagai Suara Demokratik Burma, kata Aye Chan Naing, direktur eksekutif dan pemimpin redaksi kantor berita online dan penyiaran itu dalam sebuah email ke Associated Press.
Surat elektronik itu sendiri diterima Associated Press, Senin, namun baru dipublikasikan Selasa (11/5) setelah dikukuhkan kebenarannya.
Burma adalah nama lama untuk Myanmar dan masih digunakan oleh beberapa penentang kekuasaan militer.
Ia mengatakan ketiganya, bersama dengan dua aktivis yang tidak ia identifikasi, ditangkap Minggu di Chiang Mai sewaktu berlangsung penggeledahan acak oleh polisi. Mereka dituduh masuk secara ilegal ke Thailand, katanya.
Dari foto-foto yang dipublikasikan oleh media setempat di Thailand, tampaknya para jurnalis tersebut melanjutkan pemberitaan dari sebuah rumah berlantai satu di mana mereka tampaknya telah mendirikan studio produksi video darurat.
Junta Myanmar, yang merebut kekuasaan pada Februari dan menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, telah berusaha membungkam media-media berita independen dengan mencabut izin mereka dan menangkap para wartawannya. Sekitar 40 orang saat ini ditahan, termasuk setidaknya dua orang yang bekerja untuk DVB.
Sebagian besar jurnalis ditahan berdasarkan ketentuan dalam KUHP yang melarang pemberitaan yang menyebabkan ketakutan da menyebarkan kebohongan. Pelanggaran-pelanggaran itu dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
“DVB sangat mendesak pihak berwenang Thailand untuk tidak mendeportasi mereka kembali ke Myanmar, karena nyawa mereka berada dalam bahaya serius jika kembali, '' kata email itu. “Mereka telah meliput demonstrasi di Myanmar hingga 8 Maret, sewaktu otoritas militer mencabut lisensi TV DVB dan melarang DVB melakukan segala jenis pekerjaan media.''
Protes-protes jalanan besar-besaran terhadap kekuasaan militer berlangsung di banyak kota di Myanmar pada saat itu. Pasukan keamanan pemerintah semakin menggunakan kekuatan mematikan untuk membubarkan mereka sehingga menewaskan sedikitnya 750 pengunjuk rasa dan orang-orang yang kebetulan berada di dekat lokasi protes, menurut beberapa penghitungan independen terperinci. Junta mengatakan pasukannya hanya menewaskan sepertiga dari total itu dan bahwa menggunakan kekuatan mematikan dapat dibenarkan untuk menghentikan kerusuhan.
Email itu juga menyerukan agar Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) melindungi keselamatan para jurnalis itu, dan agar masyarakat internasional meminta pemerintah Thailand untuk tidak mendeportasi mereka. [ab/uh]