Suatu penelitian yang diterbitkan baru-baru ini di New England Journal of Medicine menunjukkan keamanan dan manfaat pompa jantung kecil yang dibuat di Jerman dan disebut "Berlin Heart" atau “Jantung Berlin”.
Ada 17 lembaga di Amerika Utara dan Eropa yang terlibat dalam penelitian yang dipimpin para dokter di Baylor College of Medicine dan Rumah Sakit Anak-anak Texas di Houston.
Marco Murguia, remaja putra berusia 16 tahun, kini dapat bermain bola basket dan hidup normal. Tetapi, pada awal 2007, sewaktu Marco berusia sepuluh tahun, ibunya, Connie Murguia, memperhatikan bahwa gerak geriknya lamban. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Anak-Anak Texas di Houston.
“Jantungnya tidak memompa cukup banyak darah dan ia tampak pucat,” papar Connie Murguia.
Dokter-dokter menyatakan Marco mengalami gagal jantung dan ia dimasukkan ke dalam daftar pasien yang bakal menjalani transplantasi atau cangkok jantung. Tetapi, penantian bagi donor jantung anak-anak bisa jadi sangat panjang, dan selama tiga bulan Marco menggunakan “Jantung Berlin.” Pompa jantung ini ukurannya sesuai dengan ukuran jantung si pasien.
Dokter Charles Fraser, kepala bagiah bedah di rumah sakit tersebut, ketika itu menjadi peneliti utama dalam penelitian mengenai Alat Bantu Ventrikel Jantung Anak-Anak yang baru diluncurkan.
Ia mengatakan, “Jantung kita dirancang untuk memompa sejumlah darah yang diperlukan tubuh, jadi pompa ini dirancang agar sesuai dengan ukuran jantung pasien.”
Biasanya, anak-anak yang memerlukan cangkok jantung dapat bertahan hidup, tetapi mereka harus minum obat penenang dan mobilitasnya terbatas; itupun hanya ampuh untuk beberapa pekan. Tetapi, dengan “Jantung Berlin,” pasien tetap sadar, sementara pompa itu berfungsi dan membuat mereka bertahan hidup hingga 192 hari.
Dr. Fraser pertama kali menggunakan “Jantung Berlin” tujuh tahun silam pada seorang balita.
“Pasien ini sekarat. Kami mampu mempertahankan hidupnya dengan peralatan ini. Ia kemudian menjalani cangkok jantung, dan kondisinya baik sekali,” tambahnya.
Meskipun penelitian itu mendapati bahwa sekitar 30 persen pasien yang menggunakan perangkat ini mengalami stroke ringan, Dr. Fraser mengatakan bahwa risiko tersebut dapat diterima, mengingat tingkat keberhasilan pompa itu jauh lebih tinggi.
“Anak-anak yang masuk daftar calon penerima cangkok jantung, jika mereka tidak menjalaninya, mereka tidak akan selamat.” Ujar Dr. Frase lagi.
Dr. Fraser berharap penelitian lanjutan akan mengarah pada peralatan yang lebih baik agar anak-anak seperti Marco Murguia dapat bertahan hidup serta menjalani kehidupan yang sehat dan aktif.
Ada 17 lembaga di Amerika Utara dan Eropa yang terlibat dalam penelitian yang dipimpin para dokter di Baylor College of Medicine dan Rumah Sakit Anak-anak Texas di Houston.
Marco Murguia, remaja putra berusia 16 tahun, kini dapat bermain bola basket dan hidup normal. Tetapi, pada awal 2007, sewaktu Marco berusia sepuluh tahun, ibunya, Connie Murguia, memperhatikan bahwa gerak geriknya lamban. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Anak-Anak Texas di Houston.
“Jantungnya tidak memompa cukup banyak darah dan ia tampak pucat,” papar Connie Murguia.
Dokter-dokter menyatakan Marco mengalami gagal jantung dan ia dimasukkan ke dalam daftar pasien yang bakal menjalani transplantasi atau cangkok jantung. Tetapi, penantian bagi donor jantung anak-anak bisa jadi sangat panjang, dan selama tiga bulan Marco menggunakan “Jantung Berlin.” Pompa jantung ini ukurannya sesuai dengan ukuran jantung si pasien.
Dokter Charles Fraser, kepala bagiah bedah di rumah sakit tersebut, ketika itu menjadi peneliti utama dalam penelitian mengenai Alat Bantu Ventrikel Jantung Anak-Anak yang baru diluncurkan.
Ia mengatakan, “Jantung kita dirancang untuk memompa sejumlah darah yang diperlukan tubuh, jadi pompa ini dirancang agar sesuai dengan ukuran jantung pasien.”
Biasanya, anak-anak yang memerlukan cangkok jantung dapat bertahan hidup, tetapi mereka harus minum obat penenang dan mobilitasnya terbatas; itupun hanya ampuh untuk beberapa pekan. Tetapi, dengan “Jantung Berlin,” pasien tetap sadar, sementara pompa itu berfungsi dan membuat mereka bertahan hidup hingga 192 hari.
Dr. Fraser pertama kali menggunakan “Jantung Berlin” tujuh tahun silam pada seorang balita.
“Pasien ini sekarat. Kami mampu mempertahankan hidupnya dengan peralatan ini. Ia kemudian menjalani cangkok jantung, dan kondisinya baik sekali,” tambahnya.
Meskipun penelitian itu mendapati bahwa sekitar 30 persen pasien yang menggunakan perangkat ini mengalami stroke ringan, Dr. Fraser mengatakan bahwa risiko tersebut dapat diterima, mengingat tingkat keberhasilan pompa itu jauh lebih tinggi.
“Anak-anak yang masuk daftar calon penerima cangkok jantung, jika mereka tidak menjalaninya, mereka tidak akan selamat.” Ujar Dr. Frase lagi.
Dr. Fraser berharap penelitian lanjutan akan mengarah pada peralatan yang lebih baik agar anak-anak seperti Marco Murguia dapat bertahan hidup serta menjalani kehidupan yang sehat dan aktif.