Sejumlah survei memperkirakan bahwa lima partai Islam yang ikut dalam pemilihan legislatif di Indonesia akan terus berkurang perolehan suaranya setelah bertahun-tahun mengalami penurunan.
Namun secara mengejutkan, perolehan total lima partai naik menjadi 32 persen dari 26 persen pada 2009, menurut penghitungan cepat dari lembaga riset CSIS.
Beberapa partai, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan perolehan lebih dari 9 persen, dapat memainkan peran penting dalam membentuk koalisi setelah pemilihan umum presiden Juli nanti.
Para analis mengatakan pergeseran tersebut disebabkan karena kegagalan berulang dari partai-partai sekuler untuk memberantas korupsi saat berkuasa, khususnya Partai Demokrat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kegagalan untuk membentuk pemerintahan yang bersih membuka pintu pada partai religius," ujar profesor Jeffrey Winters, ahli Indonesia dari Northwestern University di Amerika Serikat.
Pemerintah sekuler telah gagal di Indonesia dalam putaran demi putaran, tambahnya. Partai Demokrat, terutama, telah dilanda banyak skandal korupsi, menyebabkan polularitasnya menurun dan hanya mendapat sekitar 10 persen suara dalam pemilihan kali ini. Para analis yakin banyak suaranya lari ke partai-partai Islam.
"Dukungan bagi partai Islam merefleksikan jatuhnya kepercayaan pada partai penguasa," ujar Jajat Burhanudin, analis pada Center for the Study of Islam and Society.
Keberhasilan partai-partai Islam juga didorong oleh kegagalan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang meski berada dalam posisi teratas perolehan suara, gagal mencapai hasil yang diperkirakan.
PDI-P mendapat sekitar 19-20 persen, di bawah ekspektasi sekitar 25 persen. Beberapa mengatakan PDI-P telah gagal mengkapitalisasi popularitas kandidat presiden, Gubernur Jakarta Joko Widodo.
PKB memainkan strategi yang cukup pintar, menurut para analis, dengan menarik publisitas tinggi dengan menjadikan raja dangdut Rhoma Irama sebagai ikon dan calon presiden. Meski kecil kemungkinannya ia menjadi kepala negara, daya tariknya sebagai bintang menarik banyak massa.
Partai tersebut juga memperoleh dukungan dari Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar dengan sekitar 40 juta anggota, dan dukungan dana dari Rusdi Kirana, pendiri Lion Air yang juga wakil ketua PKB.
Bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang diharapkan jatuh kinerjanya pada pemilu karena mantan presidennya dipenjara, mendapatkan 6,92 persen suara, atau kurang dari 1 persen penurunannya dari puncak prestasi mereka pada 2009.
Beberapa analis mengatakan saat ini partai-partai Islam tidak begitu berbeda dengan partai-partai lain, yang disebut "nasionalis sekuler."
Partai-partai sekuler juga mencoba memenangkan suara Muslim. PDI-P, misalnya, memiliki sayap religius, dan sebaliknya partai-partai Islam dalam beberapa tahun terakhir mengurangi fokus pada agama dan lebih menaruh perhatian pada masalah sehari-hari.
Dalam minggu pertamanya setelah resmi diumumkan sebagai kandidat presiden bulan lalu, Joko Widodo menemui para pemimpin NU dan Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua dengan anggota sekitar 30 juta.
"Garis-garisnya telah memudar. Partai-partai Islam paham memainkan nasionalisme dan partai-partai nasionalis juga mencoba menunjukkan bahwa mereka memiliki ketertarikan religius. Jadi pada dasarnya orang memilih partai yang mereka suka," ujar Noorhaidi Hasan, dosen Islam dan politik di Sunan Kalijaga Islamic University.
Dan para pemilih Muslim juga mencari partai yang dapat menyampaikan lebih daripada agama, ujar Greg Fealy, ahli Indonesia dari Australian National University.
"Sebagian besar Muslim mencari pengelolaan ekonomi yang baik, pemerintahan yang stabil," ujarnya. (AFP)
Namun secara mengejutkan, perolehan total lima partai naik menjadi 32 persen dari 26 persen pada 2009, menurut penghitungan cepat dari lembaga riset CSIS.
Beberapa partai, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan perolehan lebih dari 9 persen, dapat memainkan peran penting dalam membentuk koalisi setelah pemilihan umum presiden Juli nanti.
Para analis mengatakan pergeseran tersebut disebabkan karena kegagalan berulang dari partai-partai sekuler untuk memberantas korupsi saat berkuasa, khususnya Partai Demokrat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Kegagalan untuk membentuk pemerintahan yang bersih membuka pintu pada partai religius," ujar profesor Jeffrey Winters, ahli Indonesia dari Northwestern University di Amerika Serikat.
Pemerintah sekuler telah gagal di Indonesia dalam putaran demi putaran, tambahnya. Partai Demokrat, terutama, telah dilanda banyak skandal korupsi, menyebabkan polularitasnya menurun dan hanya mendapat sekitar 10 persen suara dalam pemilihan kali ini. Para analis yakin banyak suaranya lari ke partai-partai Islam.
"Dukungan bagi partai Islam merefleksikan jatuhnya kepercayaan pada partai penguasa," ujar Jajat Burhanudin, analis pada Center for the Study of Islam and Society.
Keberhasilan partai-partai Islam juga didorong oleh kegagalan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang meski berada dalam posisi teratas perolehan suara, gagal mencapai hasil yang diperkirakan.
PDI-P mendapat sekitar 19-20 persen, di bawah ekspektasi sekitar 25 persen. Beberapa mengatakan PDI-P telah gagal mengkapitalisasi popularitas kandidat presiden, Gubernur Jakarta Joko Widodo.
PKB memainkan strategi yang cukup pintar, menurut para analis, dengan menarik publisitas tinggi dengan menjadikan raja dangdut Rhoma Irama sebagai ikon dan calon presiden. Meski kecil kemungkinannya ia menjadi kepala negara, daya tariknya sebagai bintang menarik banyak massa.
Partai tersebut juga memperoleh dukungan dari Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar dengan sekitar 40 juta anggota, dan dukungan dana dari Rusdi Kirana, pendiri Lion Air yang juga wakil ketua PKB.
Bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang diharapkan jatuh kinerjanya pada pemilu karena mantan presidennya dipenjara, mendapatkan 6,92 persen suara, atau kurang dari 1 persen penurunannya dari puncak prestasi mereka pada 2009.
Beberapa analis mengatakan saat ini partai-partai Islam tidak begitu berbeda dengan partai-partai lain, yang disebut "nasionalis sekuler."
Partai-partai sekuler juga mencoba memenangkan suara Muslim. PDI-P, misalnya, memiliki sayap religius, dan sebaliknya partai-partai Islam dalam beberapa tahun terakhir mengurangi fokus pada agama dan lebih menaruh perhatian pada masalah sehari-hari.
Dalam minggu pertamanya setelah resmi diumumkan sebagai kandidat presiden bulan lalu, Joko Widodo menemui para pemimpin NU dan Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar kedua dengan anggota sekitar 30 juta.
"Garis-garisnya telah memudar. Partai-partai Islam paham memainkan nasionalisme dan partai-partai nasionalis juga mencoba menunjukkan bahwa mereka memiliki ketertarikan religius. Jadi pada dasarnya orang memilih partai yang mereka suka," ujar Noorhaidi Hasan, dosen Islam dan politik di Sunan Kalijaga Islamic University.
Dan para pemilih Muslim juga mencari partai yang dapat menyampaikan lebih daripada agama, ujar Greg Fealy, ahli Indonesia dari Australian National University.
"Sebagian besar Muslim mencari pengelolaan ekonomi yang baik, pemerintahan yang stabil," ujarnya. (AFP)