Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso kepada VOA, Senin (18/1) mengatakan ada sejumlah metode yang digunakan jaringan teroris untuk mendapatkan dana, salah satunya dana yang dikirim dari luar negeri.
Menurutnya aliran dana untuk teroris dari luar negeri ke Indonesia tidak dikirim langsung kepada individu yang bersangkutan, tetapi melalui perusahaan seperti perusahaan konveksi dan konstruksi, maupun yayasan. Aliran dana tersebut kebanyakan berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Australia.
Selain melalui transfer bank, PPATK tambahnya juga melihat indikasi adanya aliran dana tunai lewat perbatasan negara seperti Malaysia dan Filipina. Untuk itu Agus meminta petugas imigrasi dan bea cukai untuk mengeledah orang-orang yang membawa dana tunai dalam jumlah besar. Cara lainnya tambah Agus, adalah memakai sistem transaksi berbasis internet seperti e-money.
Pendanaan kegiatan teroris sekarang ini lanjutnya kebanyakan bukan berasal dari hasil kejahatan seperti membobol kartu kredit atau merampok, kemudian memutar dananya dalalm bisnis tertentu seperti yang marak terjadi pada tahun 2011 hingga awal 2013. Saat ini kata Agus pola itu sudah bergeser dimana aliran dana yang diperolehnya khususnya dari luar negeri terlebih dahulu dimasukan ke perusahaan atau yayasan tertentu.
Akhir tahun lalu PPATK menemukan aliran dana sebesar tujuh milliar rupiah yang diduga akan digunakan jaringan teroris. Dana itu terlacak setelah PPATK berkerjasama dengan Australian Transaction Report and Analysis Center (AUSTRAC). Saat itu PPATK bersama AUSTRAC mendeteksi aliran dana tersebut dari warga Australia kepada salah satu yayasan di Indonesia, dengan modus berkedok amal.
"Bukan direct yah atau bukan langsung dana itu langsung digunakan oleh para teroris tetapi ada melalui perusahaan baru nanti kita melihat ada dana yang digunakan untuk kegiatan teroris," kata Agus Santoso.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkap adanya aliran dana yang dikirim oleh ISIS di Suriah melalui Bahrun Naim kepada satu dari 12 orang terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri baru-baru ini. Dana tersebut menurut Kapolri dikirim memakai jasa “Western Union” secara bertahap.
"Transfer melalui Bahrun Naim. Jumlahnya cukup besar tetapi ini kan berkali-kali, tidak sekaligus besar. Itu yang digunakan secara bertahap," jelas Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Terkait dengan pendanaan teroris ini, pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie menyatakan mekanisme pengiriman dana melalui kurir atau melalui pola lainnya lebih sulit dideteksi ketimbang pengiriman dana melalui bank. Untuk itu pemerintah seharusnya dapat melakukan pencegahan dengan cepat terkait aliran dana teroris yang dikirim melalui transfer bank ini.
Pola pengiriman melalui bank ini mudah dilacak seharusnya bisa bergerak lebih cepat, katakanlah seperti pembekuan rekening.Menangkap dan mengintrogasi pemilik rekening dan seterusnya, sehingga sebelum dana itu digunakan akan lebih mudah untuk pencegahan.
PPATK kata Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Agus Santoso akan terus bekerjasama dengan Australia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand untuk saling berbagi informasi terkait aliran dana teroris ini. [fe/em]