Kandidat presiden Prabowo Subianto mengatakan Minggu (20/7) ia tidak akan menerima hasil pemilihan presiden yang akan diumumkan 22 Juli, menuduh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melakukan investigasi secara benar terhadap dugaan kecurangan di tempat-tempat pemungutan suara (TPS).
Pengawasan penghitungan surat-surat suara oleh kelompok-kelompok swasta minggu lalu, dan penghitungan cepat tak lama setelah pilpres 9 Juli oleh lembaga-lembaga survei yang dapat diandalkan, menunjukkan bahwa pesaing Prabowo, Gubernur Jakarta Joko "Jokowi" Widodo unggul.
Namun Prabowo mengatakan pemungutan suara harus dilakukan lagi di beberapa daerah sesuai dengan rekomendasi sebuah kelompok pengawas pemilihan umum.
“Jika tidak dilakukan, maka itu adalah kejahatan. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai legitimasi seluruh proses,” ujar Prabowo pada para wartawan.
Fadli Zon, wakil sekretaris jenderal Partai Prabowo, Gerindra, mengatakan mereka memiliki bukti banyaknya peristiwa kecurangan.
“Kami meminta KPU untuk mengatasi masalah ini dengan penghitungan ulang,” ujar Fadli.
“Kami tidak akan menerimanya,” katanya, mengenai hasil KPU, dengan menambahkan bahwa pengumuman harus ditunda sampai masalah tersebut selesai.
Para pejabat KPU tidak dapat dimintai komentarnya.
Para analis mengatakan Prabowo akan mengalami kesulitan untuk memberikan bukti yang diperlukan untuk menjustifikasi penundaan hasil-hasil pemilihan umum.
“Tim Prabowo harus memberikan ide bagaimana kecurangan bisa menjustifikasi permintaan kepada KPU untuk mengumumkan hasil-hasil pemilu,” ujar Paul Rowland, seorang analis politik di Jakarta.
“Malasah pada proses penghitungan dan bahkan intimidasi atau kekerasan pada hari pemilihan relatif tidak signifikan,” tambahnya. (Reuters)