Pertemuan dengan Presiden Ahmadzai itu dihadiri sejumlah tokoh Islam, antara lain Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin, Ketua Umum Pengurus besar nahdhatul Ulama Said Aqil Siradj, Direktur Eksekutif the Wahid Institute Yenny Wahid, dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.
Pertemuan tersebut berlangsung selama setengah jam dan diakhiri dengan sholat Maghrib berjamaah. Seusai sholat Maghrib, Presiden Ahmadzai diajak melihat beduk, disusul pemukulan beduk oleh Muzammil Basyuni – pejabat Badan Pelaksana Masjid Istiqlal.
Ditemui wartawan, Nasaruddin Umar mengatakan Presiden Ahmadzai sepertinya mengetahui sejarah Istiqlal dan para pendiri bangsa Indonesia. Presiden Ahmadzai – ujar Nasaruddin Umar – mengakui posisi Indonesia sangat penting di tingkat regional atau internasional.
"Kalau Indonesia aman dan baik maka Asia Tenggara pun akan bagus. Kalau Indonesia sukses, dunia Islam pun akan sukses. Kalau Indonesia sukses, maka dunia pun akan sukses. Demikian pula sebaliknya, kalau Indonesia ada masalah, maka masalah itu pun akan muncul pada yang lain. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bagus, demokrasinya sangat bagus, kemudian dunia pendidikannya. Dunia toleransinya sangat bagus. Mereka sangat berharap Afghanistan bisa bekerja sama dalam mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan pertumbuhan ekonomi dunia Islam, terutama mengembangkan Islam moderat," ungkap Nasaruddin.
Nasaruddin menambahkan kerjasama kedua negara untuk mempromosikan Islam moderat dan toleransi telah dilakukan melalui tukar menukar dosen dan mahasiswa. Dan hal itu kata Nasaruddin akan terus ditingkatkan. Pemerintah Afghanistan – ujar Nasarudin – akan menjamin keamanan dosen dan mahasiswa Indonesia yang dikirim ke negara itu.
Nasaruddin menambahkan dalam pertemuan itu perwakilan dari Muhammadiyah mengatakan menyambut positif kerjasama kedua negara dalam menciptakan perdamaian dunia. Selain itu, PBNU juga menyatakan bersedia menampung santri asal Afghanistan yang ingin belajar di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif The Wahid Institute, Yenny Wahid mengatakan Presiden Ahmadzai sangat kagum pada Indonesia. Kekagumannnya itu bukan hanya melihat situasi di Indonesia, tetapi juga kekaguman pribadi.
“Semasa kecil Presiden Ahmadzai ikut berbaris menyambut kunjungan Presiden Soekarno ke Afghanistan,” ujar Yenni Wahid.
Ia menambahkan, "Beliau takjub dengan Indonesia. Begitu banyak perbedaan di Indonesia, kebhinekaan kita. Salah satu yang disorot adalah negara dengan 17 ribu pulau dengan begitu banyak bahasa, kultur, tetapi lebih mengutamakan perssatuan daripada konflik. itu suatu hal yang disorot sebagai sebuah ketakjuban bagi beliau."
Lebih lanjut Yenny menjelaskan, Presiden Ahmadzai mengakui Indonesia memiliki kekuatan untuk menjadi salah satu poros kekuatan dunia. Dalam pertemuan itu – ujar Yenny – Presiden Ahmadzai mencontohkan Konferensi Asia Afrika yang digelar pertama kali di Bandung pada April 1955, sebagai salah satu kekuatan Indonesia mengumpulkan tokoh-tokoh dunia untuk bergabung dalam poros baru diberi nama Gerakan Non-Blok.
Yenny mengatakan Presiden Ahmadzai mengakui sudah banyak terjadi pertukaran ulama dan pelajar di antara kedua negara. Tahun lalu, 20 ulama Afghanistan datang ke Wahid Institute untuk belajar tentang toleransi dan mengelola perbedaan di Indonesia. Ke-20 ulama itu sudah dua kali datang, yaitu pada 2015 dan 2016. Mereka juga ingin belajar dari Indonesia tentang bagaimana transisi ke iklim demokrasi secara lebih baik, aman, dan bisa mengayomi semua perbedaan. Yenny menambahkan, sejak tahun 2014 Nahdhatul Ulama bahkan sudah memiliki satu cabang di Afghanistan.
Presiden Ahmadzai tidak memberikan satu komentar pun mengenai pertemuan dengan para tokoh Islam dan langsung meninggalkan Istiqlal untuk kembali ke negaranya. [fw/em]