Rancangan Undang-Undang Amnesti Pajak akhirnya selesai dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, dan disahkan menjadi Undang-Undang, Selasa (28/6).
Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa malam berharap undang-undang ini bisa segera mendatangkan uang pajak dari warga negara Indonesia yang selama ini lebih memilih menyimpan hartanya di luar negeri.
"Alhamdulillah tadi sudah selesai diberikan persetujuan oleh DPR. Kita harapkan dengan undang-undang tax amnesty ini menjadi sebuah payung hukum sehingga uang yang sudah berpuluh-puluh tahun berada di luar negara kita, kita harapkan bisa segera masuk," ujarnya.
Lebih lanjut Presiden memerintahkan menteri terkait termasuk Gubernur Bank Indonesia dan Otoritas Jasa keuangan (OJK) agar segera melakukan sosialisasi dan mempersiapkan instrumen pendukung investasi.
"Dan Pemerintah sekarang tinggal sosialisasikan kepada yang diperkirakan mempunyai uang yang ditaruh di luar. Yang pertama saya sudah perintahkan kepada menteri dan juga pak Gubernur BI dan pak OJK yang sudah kita ajak bicara, agar secepatnya dalam sehari dua hari ini kita mempersiapkan instrumen-instrumen investasi yang bisa dipakai untuk menampung uang insya Allah yang akan masuk ke negara kita," ujarnya.
Presiden menjelaskan, instrumen yang dimaksud bisa berupa surat berharga negara dan investasi yang bersifat langsung. Ia berharap, arus uang yang akan masuk ini bisa segera digunakan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya pembangunan proyek infrastruktur.
"Instrumen itu bisa berupa surat berharga negara, reksadana, juga surat utang negara dan juga investasi-investasi langsung. Serta yang paling penting kita berharap dari capital inflow ini atau uang yang masuk ini kita bisa pake untuk menyelesaikan infrastruktur-infrastruktur yang belum selesai," katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prasetyo kepada VOA mengatakan, Undang-Undang Amnesti Pajak mempunyai relevansi atau hubungan erat dengan sistem hukum perpajakan karena menyangkut masalah kepercayaan dan keamanan dari investor dalam negeri.
"Saya kira pengampunan pajak ketika ditempatkan dalam konteks ingin membangun sistim perpajakan dan sistem hukum yang lebih baik itu memiliki relevansi. Ada banyak aset milik warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri," ujarnya.
Yustinus menambahkan, pengampunan pajak yang dipersiapkan dengan baik berpotensi memperluas basis pajak, menambah jumlah wajib pajak, dan meningkatkan penerimaan pajak yang signifikan.
"Nah, sekarang tantangannya adalah, bagaimana kita membangun ketentuan tax amnesty yang akan membawa manfaat yang besar bagi masyarakat bagi negara. Terutama mendesain skema repratriasi atau pemulangan dana ke Indonesia lalu mengintegrasikan informal ekonomi. Dan yang paling penting adalah membuat mekanisme pengawasan supaya pasca amnesti ada peningkatan basis pajak dan peningkatan penerimaan penerimaan pajak secara signifikan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengatakan uang orang Indonesia yang selama ini terparkir di luar negeri jumlahnya mencapai Rp 11.400 triliun.
Angka tersebut, kata Bambang, berasal dari akumulasi harta kekayaan pengusaha kaya Indonesia yang sudah memarkir uangnya di luar negeri sejak tahun 1970-an. Lewat kebijakan amnesti pajak ini, menurut Bambang, para pengusaha tidak perlu membayar denda pajak atas dana yang diparkirnya di luar negeri.
Pemerintah memperkirakan tambahan penerimaan negara jika UU ini bisa diberlakukan pada sisa tahun ini mencapai Rp 165 triliun hingga Rp 180 triliun. [hd]