Dalam pidato radio secara nasional, Presiden Thein Sein mengatakan pemerintahnya telah membentuk sebuah komite yang akan mengkaji seluruh kasus tahanan politik. Ia mengatakan panel itu akan memisahkan tahanan yang melakukan kejahatan serius daripada pembangkang, dan mereka yang bersalah melakukan kejahatan berat akan menjalani masa tahanannya sampai selesai. Ia tidak menetapkan jadwal amnesti di masa depan.
Pemenjaraan lawan politik secara sewenang-wenang menandai kekuasaan militer di Burma dan memicu sanksi ekonomi dan politik dari negara-negara Barat. Sanksi-sanksi ini diperlunak sejak pemilu demokratis dua tahun lalu.
Presiden Amerika Barack Obama bulan lalu memuji Thein Sein yang telah menggunakan dua tahun masa jabatannya untuk mengurangi ketegangan dengan negara-negara Barat, sebagian dengan memberikan amnesti kepada beberapa tahanan politik terkemuka.
Sementara itu, aktivis-aktivis Burma dan polisi mengatakan pasukan keamanan telah menembak mati tiga perempuan Muslim Rohingya dalam konfrontasi di negara bagian Rakhine.
Mereka mengatakan konfrontasi itu terjadi hari Selasa di sebuah kamp warga Rohingya yang mengungsi dan lari dari kekerasan sektarian antara warga mayoritas Budha dan minoritas Muslim tahun lalu.
Polisi Burma memberitahu kantor-kantor berita Barat bahwa konflik pecah ketika beberapa warga Rohingya menolak perintah dari pasukan keamanan untuk pindah dari tenda-tenda pengungsian mereka di kota Mrauk-U. Polisi Burma mengatakan warga Rohingya menantang polisi dengan senjata-senjata rakitan, memicu para petugas untuk melepaskan tembakan.
Belum jelas kenapa pihak berwenang Burma ingin memindahkan warga Rohingya itu ke tempat pengungsian yang baru.
Sekitar 140 ribu orang – sebagian besar warga Rohingya – lari dari rumah mereka di Rakhine tahun 2012, dalam dua gelombang aksi kekerasan antara warga Budha dan Muslim yang menewaskan sedikitnya 200 orang. Tahun ini aksi kekerasan itu meluas ke Burma bagian tengah dan timur.
Pemenjaraan lawan politik secara sewenang-wenang menandai kekuasaan militer di Burma dan memicu sanksi ekonomi dan politik dari negara-negara Barat. Sanksi-sanksi ini diperlunak sejak pemilu demokratis dua tahun lalu.
Presiden Amerika Barack Obama bulan lalu memuji Thein Sein yang telah menggunakan dua tahun masa jabatannya untuk mengurangi ketegangan dengan negara-negara Barat, sebagian dengan memberikan amnesti kepada beberapa tahanan politik terkemuka.
Sementara itu, aktivis-aktivis Burma dan polisi mengatakan pasukan keamanan telah menembak mati tiga perempuan Muslim Rohingya dalam konfrontasi di negara bagian Rakhine.
Mereka mengatakan konfrontasi itu terjadi hari Selasa di sebuah kamp warga Rohingya yang mengungsi dan lari dari kekerasan sektarian antara warga mayoritas Budha dan minoritas Muslim tahun lalu.
Polisi Burma memberitahu kantor-kantor berita Barat bahwa konflik pecah ketika beberapa warga Rohingya menolak perintah dari pasukan keamanan untuk pindah dari tenda-tenda pengungsian mereka di kota Mrauk-U. Polisi Burma mengatakan warga Rohingya menantang polisi dengan senjata-senjata rakitan, memicu para petugas untuk melepaskan tembakan.
Belum jelas kenapa pihak berwenang Burma ingin memindahkan warga Rohingya itu ke tempat pengungsian yang baru.
Sekitar 140 ribu orang – sebagian besar warga Rohingya – lari dari rumah mereka di Rakhine tahun 2012, dalam dua gelombang aksi kekerasan antara warga Budha dan Muslim yang menewaskan sedikitnya 200 orang. Tahun ini aksi kekerasan itu meluas ke Burma bagian tengah dan timur.