Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendesak negara-negara lain hari Minggu (18/3) agar meninggalkan Mahkamah Kejahatan Internasional atau ICC, dengan mengatakan mahkamah dunia itu, dimana ia sedang menghadapi kemungkinan keluhan atas pembunuhan ribuan orang tersangka narkoba, adalah "kasar."
Walaupun Senat Filipina telah meratifikasi "Rome Statute" yang mendirikan ICC, Duterte mengatakan dalam pidatonya bahwa perjanjian itu tidak pernah ditegakkan di negaranya karena tidak dimuat dalam jurnal pemerintah sebagaimana diharuskan oleh undang-undang.
Baca: Duterte Nyatakan Filipina Keluar dari Mahkamah Kejahatan Internasional
Sebagai akibatnya, Duterte mengatakan mahkamah internasioal itu tidak pernah dapat mempunyai yurisdiksi atas dirinya, "tidak, biarpun dalam waktu sejuta tahun lagi."
Bulan lalu, jaksa ICC, Fatou Bensouda, mengumumkan bahwa dia akan memulai pemeriksaan awal mengenai keluhan seorang pengacara Filipina mengenai apa yang dicurigai pembunuhan di luar hukum dalam kampanye anti-narkoba Duterte, yang dapat merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca: Duterte Tidak Bisa Hindari Tanggung Jawab Meski Mundur dari ICC
Langkah itu menimbulkan kemarahan Duterte, yang mengumumkan hari Rabu bahwa ia akan mencabut ratifikasi Filipina atas Rome Statute dan berlaku segera, dengan alasan adanya usaha bersama oleh Bensouda dan para pejabat hak azasi PBB untuk "mencap saya sebagai pelanggar kejam hak asasi manusia," kata presiden Filipina itu. [gp]