Presiden Joko Widodo ingin unsur TNI dapat terlibat dalam pemberantasan aksi terorisme. Saat membuka sidang kabinet paripurna di Istana Bogor Jawa Barat Senin (29/5), Jokowi meminta, keterlibatan TNI dicantumkan dalam revisi Rancangan Undang-Undang Terorisme yang hingga kini masih dibahas di DPR RI.
“Berikan kewenangan TNI untuk masuk di dalam rancangan undang-undang ini. Tentu saja dengan alasan-alasan saya kira dari Menko Polhukam sudah mempersiapkan untuk ini,” ujar Presiden Joko Widodo.
Khusus kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Jokowi minta agar proses pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat dipercepat.
“Kita ingin agar rancangan undang-undang anti terorisme segera dikejar ke DPR. Ini pak Menkopolhukam. Agar, bisa segera diselesaikan karena ini sangat kita perlukan dalam rangka payung hukum untuk memudahkan untuk memperkuat aparat-aparat kita bertindak di lapangan,” imbuh Presiden Joko Widodo.
Kepada Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Jokowi meminta agar memaksimalkan program pencegahan paham radikal atau deradikaliasi.
“Saya minta juga BNPT lakukan program pencegahan penyebaran program paham terorisme ini juga terus dikerjakan melalui sekolah-sekolah dan tempat-tempat ibadah. Juga di dalam penjara, kemudian juga di media sosial. Karena ini juga akan sangat mengurangi aksi terorisme. Karena ini di semua negara juga mengalami,” ujar Presiden Joko Widodo.
Jokowi ingin masyarakat Indonesia merasa aman, terutama di dalam menjalankan ibadah puasa dan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah.
Sebelumnya pada Minggu (28/5) Menkopolhukam Wiranto meminta masyarakat tidak khawatir TNI akan menyalahgunakan kewenangan setelah UU tersebut disahkan. Wiranto memastikan, ada yang mengawasi TNI dan aparat keamanan lainnya dalam melaksanakan UU Terorisme.
Soal pelibatan TNI dalam pemberantasan teror ini diisyaratkan oleh Ketua Panja Revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme Muhammad Syafii. Dia menyebut bahwa sudah ada kesepakatan di antara semua anggota Panja soal masuknya kewenangan TNI dalam RUU Terorisme.
Sementara itu, pengamat terorisme dari Institute For Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi kepada VOA menjelaskan, peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Kampung Melayu Kamis (25/5) tidak lepas dari rangkaian peristiwa teror seperti bom di Manchester Inggris dan serangan bersenjata dari kelompok pro-Negara Islam Irak Suriah (ISIS) di kota Merawi Filipina.
“ISIS melakukan aksinya diluar basis utamanya di Timur Tengah. Serangan yang mereka lakukan sifatnya serangan ringan di belahan dunia lain. Tapi tentu saja ini melihat model serangan di masing-masing wilayah. Dari sini kemudian kelompok-kelompok yang ada di Indonesia dapat dengan mudah meniru. Tentu ini dengan melihat kemampuan teknis serta logistik. Serta kewaspadaan aparat di masing-masing daerah. Dan Indonesia boleh dibilang termasuk yang paling rentan,” ujar Khairul.
Khairul menambahkan Pemerintah perlu lebih perkuat aparat dan warganya.
“Indonesia dengan segala kerawanannya ini layak untuk waspada dan memperkuat aparat dan warganya. Ini dilakukan dengan cara deradikalisasi,” pungkas Khairul. [al/ab]