Presiden Nigeria Muhammadu Buhari dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Amerika Donald Trump di Washington DC, Senin (30/4).
Kedua pemimpin itu diperkirakan akan membahas ancaman terorisme dan pertumbuhan ekonomi di negara berpenduduk paling padat di Afrika itu dengan populasi hampir 200 juta orang.
Nigeria telah diusik oleh keberadaan kelompok ekstremis Boko Haram yang sembilan tahun lalu melancarkan pemberontakan guna menciptakan Negara Islam. Puluhan ribu orang tewas, dan ratusan siswi sekolah sementara kelompok itu menjadi terkenal dan meluas ke negara-negara tetangga, menjadi salah satu ancaman terburuk di wilayah Sahel Afrika Barat beberapa tahun terakhir ini.
Tahun lalu pemerintah Trump menyetujui penjualan peralatan dan pesawat-pesawat penyerang berteknologi canggih bernilai 600 juta dolar untuk mendukung operasi militer Nigeria melawan teroris Boko Haram dan ISIS, dan untuk memonitor perdagangan narkoba, senjata api dan manusia.
Perjanjian itu dibekukan di bawah pemerintahan Obama karena keprihatinan mengenai pelanggaran HAM di negara Afrika Barat itu.
Menghadapi pemilihan presiden, Buhari diperkirakan akan melobi Amerika untuk memperoleh dukungan militer lebih lanjut guna memenuhi janji kampanyenya memberantas Boko Haram.
Selain mengupayakan kerjasama keamanan yang lebih besar, Buhari dan Trump juga akan “membahas cara-cara meningkatkan kemitraan strategis antara kedua negara dan memajukan prioritas bersama, seperti meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” demikian ujar juru bicara kepresidenan Nigeria Femi Adesina dalam sebuah pernyataan.
Buhari, bersama Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, termasuk di antara beberapa pemimpin Afrika pertama yang berbicara melalui telepon dengan Trump ketika ia mulai menjabat sebagai presiden Amerika. [em/ds]