Saat menyampaikan pidato kenegaraan mengenai Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2015, di Gedung MPR DPR di Jakarta, Jumat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan perekonomian Indonesia tahun depan masih dipengaruhi kondisi global. Untuk itu pemerintah berupaya membuat asumsi makro ekonomi dalam RAPBN 2015 realistis.
“Gejolak dalam perekonomian global diperkirakan masih terjadi namun demikian diharapkan terjadi perbaikan dalam perekonomian dunia. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 diharapkan mencapai 5,6 persen, asumsi inflasi dijaga pada kisaran 4,4 persen. Berkaitan dengan asumsi nilai tukar rupiah, adanya kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat melakukan normalisasi kebijakan moneternya dengan menaikkan tingkat bunga ditahun 2015 akan membawa dampak kepada tekanan nilai tukar rupiah, karena itu dibutuhkan satu asumsi yang realistis. Nilai tukar rupiah dalam tahun 2015 diperkirakan pada kisaran Rp 11.900 per dollar Amerika Serikat,” papar Presiden Yudhoyono dalam pidatonya.
Selain itu dalam RAPBN 2015 pemerintah mengasumsikan tingkat suku bunga sebesar 6,2 persen, harga minyak mentah Indonesia 105 dollar Amerika per barrel, produksi minyak sebesar 845 ribu barrel per hari dan produksi gas sebesar 1.248 ribu barrel setara minyak per hari.
Presiden Yudoyono menambahkan, meski lebih rendah dibanding defisit dalam APBN Perubahan atau APBNP 2014, RAPBN 2015 masih defisit.
“Total pendapatan negara mencapai Rp 1.762,3 trilyun, sementara itu total belanja negara sebesar Rp 2.019,9 trilyun, dengan demikian defisit anggaran dalam RAPBN 2015 sebesar Rp 257,6 trilyun atau 2,32 persen terhadap PDB, turun dari defisit APBNP 2014 sebesar 2,4 persen terhadap PDB,” kata presiden.
Dalam RAPBN 2015, pemerintah masih mengandalkan sektor pajak sebagai pemasok terbesar bagi anggaran negara dengan target Rp 1.370,9 trilyun, dan sisanya dari sektor penerimaan negara bukan pajak atau PNBP serta dari hibah.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari UGM, Yogyakarta, Deni Puspa Purbasari kepada VOA berpendapat, meski masih dipengaruhi kondisi ekonomi global, Indonesia akan mampu mengelola anggaran tahun depan secara baik, dengan beberapa catatan.
“Dalam jangka pendek yaitu bagaimana kita mengalihkan subsidi energi kepada aktivitas yang lebih produktif, jangka menengahnya adalah refocusing untuk anggaran bantuan sosial. Anggaran bantuan sosial yang jumlahnya semakin lama semakin besar itu ternyata tidak cukup efektif mengurangi angka kemiskinan. Kemudian jangka panjang, kita tahu bahwa penerimaan pajak sangat terbatas, harus ada extra effort pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak,” papar Deni Puspa.