Dalam pidato kenegaraan HUT ke- 69 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di gedung MPR, DPR, DPD RI, Jakarta, Jumat (15/8) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan rasa syukurnya atas proses transisi demokrasi di Indonesia selama kurun 15 tahun terakhir, berjalan dengan baik dan damai.
“Indonesia telah tampil sebagai (negara) demokrasi yang besar. Ekonomi yang kuat. Dan pemain internasional yang disegani. Serta dengan masa depan yang menjanjikan. Kita bisa membuktikan kepada dunia, bahwa di bumi Indonesia, demokrasi, Islam dan modernitas bisa tumbuh bersama. Kita bisa menunjukan bahwa konflik bisa diselesaikan secara damai dan demokratis. Kita bisa memperlihatkan bahwa bangsa yang majemuk seperti kita bisa menjadi bangsa yang rukun. Ini bukan capaian pribadi saya, bukan pula capaian pemerintah semata, ini adalah prestasi sejarah bangsa Indonesia. Kita wajib menjaga momentum ini,” ujar Presiden SBY.
Dalam pidatonya, Presiden juga menyinggung prestasinya dalam penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi. Presiden mengungkapkan selama pemerintahannya sebanyak 277 pejabat negara, telah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan tindak pidana korupsi. Umumnya pejabat negara itu menurut Presiden, berasal dari pusat maupun daerah, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Presiden berharap agenda reformasi hukum ini akan terus menjadi prioritas utama dalam pemerintahan yang baru mendatang.
Presiden juga mengingatkan agar bangsa Indonesia tetap menjunjung tinggi semangat persatuan diatas segala perbedaan yang ada. Khususnya nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Presiden juga menyinggung ketegasan sikapnya menolak paham kelompok negara Islam Irak – Suriah (ISIS) yang menurutnya sangat bertentangan dengan pondasi dasar Indonesia.
“Tidak ada gunanya kita semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamental dan terbaik dari bangsa kita yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme dan kemanusiaan. Karena itu pulalah Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat ISIS di tanah air karena sangat bertentangan dan sangat berbahaya bagi jati diri kita. Indonesia adalah negara berkeTuhanan bukan negara Agama,” tambah Presiden.
Terkait dengan transisi kepemimpinan nasional pada Oktober mendatang, Presiden memastikan akan membantu Presiden terpilih dalam mendiskusikan capaian pemerintahaannya selama ini dan yang masih belum tercapai. Presiden mengajak semua pihak dan rakyat Indonesia untuk mendukung Presiden terpilih.
“Saya Susilo Bambang Yudhoyono juga berjanji untuk membantu siapapun yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia. Saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih yang nanti akan disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Tahun depan Presiden kita yang baru akan memberikan pidato kenegaraannya di mimbar ini. Saya mengajak segenap bangsa Indonesia marilah kita bersama-sama mendengarkannya dan mendukung beliau untuk kebaikan dan kemajuan negeri ini,” kata Presiden SBY.
Di akhir pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan permohonan maafnya atas segala kesalahan yang terjadi selama dua periode kepemimpinannya. Presiden juga menyampaikan, ini adalah pidato terakhirnya sebagai Presiden di hadapan parlemen.
Presiden menambahkan, “Hari ini saya berdiri di mimbar yang mulia ini dengan seribu perasaan yang sulit saya lukiskan. Sudah dapat dipastikan inilah terakhir kalinya saya berpidato di tempat yang terhormat ini sebagai Presiden Republik Indonesia. Tentunya dalam 10 tahun saya banyak membuat kesalahan dan kekhilafan dalam melaksanakan tugas. Dari lubuk hati yang terdalam saya meminta maaf atas kekurangan dan kekhilafan itu.”
Menanggapi pidato tahunan terakhir dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jelang akhir kekuasaannya, peneliti senior Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Rahadi Teguh Wiratama kepada VOA menyampaikan apresiasinya atas stabilitas politik yang telah dicapai selama 2 periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Rahadi mengatakan, “Masa reformasi kita menuju kearah konsolidasi. Sehingga kalau boleh dibilang 10 tahun pemerintahan SBY itu adalah masa proses konsolidasi dari gerakan reformasi yang ingin mencari format politik untuk menjadi sebuah sistim yang lebih stabil. Jadi sekurang-kurangnya di era SBY kita sudah punya pola politik yang bisa dijadikan acuan oleh semua pihak dalam proses berpolitik. Lepas dari kenyataan bahwa disana-sini masih ada kekurangan. Tapi secara umum kalau dikatakan apakah ada kemajuan di bidang stabilitas politik? Saya menyatakan nilainya plus.“