Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah berlangsung di Wisma Negara Jakarta dan telah mencapai suatu kesepakatan.
Hasil kesepakatan antara KPK dengan Polri itu akan dijelaskan langsung oleh Presiden Yudhoyono Senin (8/10) malam ini.
“Pertemuan ini sangat produktif dan [telah] mencapai solusi. Solusinya secara jelas akan Presiden sampaikan pada pukul 20.00 WIB malam ini. Tentu agenda yang dibicarakan adalah agenda yang menjadi pembicaraan hangat dan ramai baik di media massa maupun di media sosial. Semuanya itu ada kesimpulan dan solusi,” ujar Sudi.
Ia memastikan meski ada perbedaan pemahaman dalam aturan hukum yang berlaku, namun dalam pertemuan itu tidak ada kebuntuan. Presiden Yudhoyono dalam pertemuan itu telah memberikan masukan terkait sinergi kedua institusi itu dalam pemberantasan korupsi, ujar Sudi.
“Tidak ada kebuntuan. Tapi tadi sebelum dipimpin Pak SBY tadi, sudah kita fasilitasi dengan diskusi-diskusi. Ya tentu ada pemahaman yang berbeda soal penafsiran undang-undang, peraturan dan sebagainya. Itu tentu kita samakan sesuai dengan disiplin bahasanya sendiri seperti apa, sehingga diperoleh sebuah pemahaman yang sama terhadap bunyi aturan yang berlaku. Ya tentu tidak ada untung rugi, yang jelas utamanya bagaimana sinerginya kedua institusi itu dalam penegakkan pemberantasan korupsi,” ujar Sudi.
Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya Bambang Widjojanto bersama Kepala Polisi RI Jenderal Timur Pradopo mengadakan pertemuan di Wisma Negara. Sebelumnya, kisruh antara Polri dan KPK berawal dari sengketa kewenangan untuk menangani kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan alat simulator mengemudi di Polri, dilanjutkan dengan masalah rotasi penyidik Polri di KPK dan pengangkatan penyidik sebagai pegawai tetap di lembaga antikorupsi tersebut tanpa izin Kapolri.
Puncak kekisruhan ini terjadi pada Jumat (5/10), ketika tujuh personil yang terdiri dari penyidik Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya mendatangi gedung KPK di Kuningan, Jakarta. Kedatangan mereka diduga untuk menjemput paksa para penyidik yang menolak dirotasi oleh Polri.
Namun, para polisi ini mengklarifikasi bahwa kedatangan mereka untuk berkoordinasi dengan Pimpinan KPK dalam rangka rencana penangkapan penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan. Ia diduga sebagai pelaku kasus penganiayaan berat terhadap enam pencuri sarang burung walet yang terjadi pada Februri 2004 silam.
Budayawan Beni Susetyo yang juga aktivis anti korupsi kepada VOA mengatakan Presiden harus tegas meminta Polri agar menyerahkan kasus itu ke KPK agar citra Kepolisian menjadi baik di mata publik.
“Kita berharap dalam pertemuan itu, SBY sebagai negarawan mengatakan agar kasus simulator SIM itu diserahkan ke KPK. Itu selesai sudah polemiknya. Jika polisi tetap tangani kasus itu, ada konflik kepentingan. Publik tidak percaya juga. Polisi belajar dong common sense masyarakat. Masyarakat saat ini sudah tidak bisa lagi ditipu dan diperdaya,” ujarnya.
Hasil kesepakatan antara KPK dengan Polri itu akan dijelaskan langsung oleh Presiden Yudhoyono Senin (8/10) malam ini.
“Pertemuan ini sangat produktif dan [telah] mencapai solusi. Solusinya secara jelas akan Presiden sampaikan pada pukul 20.00 WIB malam ini. Tentu agenda yang dibicarakan adalah agenda yang menjadi pembicaraan hangat dan ramai baik di media massa maupun di media sosial. Semuanya itu ada kesimpulan dan solusi,” ujar Sudi.
Ia memastikan meski ada perbedaan pemahaman dalam aturan hukum yang berlaku, namun dalam pertemuan itu tidak ada kebuntuan. Presiden Yudhoyono dalam pertemuan itu telah memberikan masukan terkait sinergi kedua institusi itu dalam pemberantasan korupsi, ujar Sudi.
“Tidak ada kebuntuan. Tapi tadi sebelum dipimpin Pak SBY tadi, sudah kita fasilitasi dengan diskusi-diskusi. Ya tentu ada pemahaman yang berbeda soal penafsiran undang-undang, peraturan dan sebagainya. Itu tentu kita samakan sesuai dengan disiplin bahasanya sendiri seperti apa, sehingga diperoleh sebuah pemahaman yang sama terhadap bunyi aturan yang berlaku. Ya tentu tidak ada untung rugi, yang jelas utamanya bagaimana sinerginya kedua institusi itu dalam penegakkan pemberantasan korupsi,” ujar Sudi.
Ketua KPK Abraham Samad dan wakilnya Bambang Widjojanto bersama Kepala Polisi RI Jenderal Timur Pradopo mengadakan pertemuan di Wisma Negara. Sebelumnya, kisruh antara Polri dan KPK berawal dari sengketa kewenangan untuk menangani kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan alat simulator mengemudi di Polri, dilanjutkan dengan masalah rotasi penyidik Polri di KPK dan pengangkatan penyidik sebagai pegawai tetap di lembaga antikorupsi tersebut tanpa izin Kapolri.
Puncak kekisruhan ini terjadi pada Jumat (5/10), ketika tujuh personil yang terdiri dari penyidik Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya mendatangi gedung KPK di Kuningan, Jakarta. Kedatangan mereka diduga untuk menjemput paksa para penyidik yang menolak dirotasi oleh Polri.
Namun, para polisi ini mengklarifikasi bahwa kedatangan mereka untuk berkoordinasi dengan Pimpinan KPK dalam rangka rencana penangkapan penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan. Ia diduga sebagai pelaku kasus penganiayaan berat terhadap enam pencuri sarang burung walet yang terjadi pada Februri 2004 silam.
Budayawan Beni Susetyo yang juga aktivis anti korupsi kepada VOA mengatakan Presiden harus tegas meminta Polri agar menyerahkan kasus itu ke KPK agar citra Kepolisian menjadi baik di mata publik.
“Kita berharap dalam pertemuan itu, SBY sebagai negarawan mengatakan agar kasus simulator SIM itu diserahkan ke KPK. Itu selesai sudah polemiknya. Jika polisi tetap tangani kasus itu, ada konflik kepentingan. Publik tidak percaya juga. Polisi belajar dong common sense masyarakat. Masyarakat saat ini sudah tidak bisa lagi ditipu dan diperdaya,” ujarnya.