Produksi narkoba jenis sabu-sabu melonjak pesat di Asia Tenggara karena makin murah dan penggunaannya meluas, ujar badan anti narkotika PBB hari Senin.
Meski penggerebekan atas obat terlarang yang dikenal dengan berbagai istilah, seperti “speed,” “ice,” dan “ya ba” dalam berbagai bentuk meskipun angka penggerebekan terhadap perdagangan narkotika tersebut mencapai rekor tertinggi tahun lalu, harga di pasaran telah mengalami penurunan. Hal itu mengindikasikan pasokannya semakin banyak, sebagaimana dipaparkan sebuah laporan yang dirilis oleh Badan PBB untuk Penanggulangan Narkotika dan Kejahatan.
Badan tersebut menyatakan sabu-sabu telah menjadi obat terlarang yang menjadi keprihatinan utama di 12 dari 13 negara di Asia Timur dan Tenggara, meningkat dari lima negara sepuluh tahun lalu. Satu-satunya pengecualian adalah Vietnam, dimana yang dianggap sebagai masalah utama adalah heroin.
Di Thailand saja, 515 juta tablet sabu-sabu telah berhasil disita sepanjang tahun 2018, 17 kali lipat dari total jumlah narkotika yang disita sepuluh tahun yang lalu di seluruh 13 negara tersebut secara bersama-sama, ujar badan PBB tersebut. Sebagian besar pasokan berasal dari Myanmar.
“Data terkait penyitaan, harga, penggunaan, dan perawatan keseluruhannya merujuk pada semakin meluasnya pasar sabu-sabu di Asia Timur dan Asia Tenggara,” ujar Tun Nay Soe, koordinator program antar kawasan dari badan tersebut.
Laporan tersebut memperingatkan bahwa kelompok-kelompok kejahatan terorganisir di kawasan tersebut telah meningkatkan keterlibatannya dalam membuat dan memperdagangkan sabu-sabu dan narkotika lainnya di Segitiga Emas, kawasan dimana Myanmar, Laos, dan Thailand berbagi garis perbatasan dan secara historis adalah sumber utama opium dan heroin.
Badan tersebut menyatakan pasar narkotika di Asia Timur dan Tenggara telah beralih dari opium ke sabu-sabu sejak akhir tahun 2000-an.
“Peralihan ke sabu-sabu telah mempengaruhi bahkan negara-negara yang secara tradisional dikenal memiliki pasar heroin yang relatif besar, seperti China dan Malaysia,” ujar badan itu. “Di Malaysia, jumlah para pengguna sabu-sabu yang terungkap oleh pihak penegak umum melampaui para pengguna heroin untuk pertama kalinya di tahun 2017.”
Dalam indikator lain epidemi sabu-sabu lainnya, perawatan media yang terkait dengan penyalahgunaan narkotika tersebut telah mendominasi jumlah pasien yang harus mendapat perawatan medis di beberapa negara Asia Timur dan Tenggara, ujar laporan tersebut.
Badan anti narkotika tersebut memperingatkan bahwa narkotika sintetis lainnya juga mengalami peningkatan penggunaan di pasar-pasar Asia.
“Opium sintetis dengan efek luar biasa (contoh: fentanyl), penyebab kematian di berbagai bagian lain di dunia, juga telah terungkap di beberapa negara di kawasan itu,” ujar badan tersebut. Fentanyl adalah satu dari sejumlah opium yang bertanggungjawab atas semakin meningkatnya angka kematian para pengguna narkotika di Amerika Serikat.
“Terlepas dari sabu-sabu yang semakin mendapat sebagian besar dari perhatian karena adanya peningkatan angka penyitaan dan menurunnya harga pasaran, opium sintetis dan narkotika-narkotika lainnya juga telah ditemukan di seluruh kawasan tersebut,” ujar Jeremy Douglas, perwakilan UNODC untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. [ww/fw]