Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, Senin (12/4), mengatakan Amerika Serikat (AS) berharap perundingan tidak langsung tentang perjanjian nuklir dengan Iran dapat berlangsung di Wina pada Rabu (14/4) sesuai rencana.
Psaki mengatakan pihaknya telah melihat laporan tentang insiden di fasilitas pengayaan uranium itu dan menegaskan bahwa AS tidak terlibat dalam hal itu.
“Kami tidak akan menambah spekulasi apapun tentang penyebab atau dampak serangan itu. Meskipun demikian saya ingin mengatakan kami akan memusatkan perhatian pada pembahasan, yang diharapkan berlangsung Rabu (14/4) ini di Wina, pembahasan diplomatiknya telah berlangsung pekan lalu," katanya.
"Kami memperkirakan hal ini akan berlangsung sulit dan panjang. Kami tidak mendapat indikasi apapun tentang perubahan pihak yang akan ikut serta dalam pembahasan itu," imbuh Psaki.
AS dan Iran telah melangsungkan pertemuan tidak langsung putaran pertama di Wina pada tanggal 6-9 April lalu, bersama perwakilan Inggris, Perancis, Jerman, China, dan Rusia sebagai mediator.
Melalui perundingan tidak langsung ini, AS dan Iran satu sama lain berupaya mengajak pihak lainnya untuk mematuhi kembali perjanjian nuklir 2015 di mana Iran setuju untuk membatasi aktivitas nuklir yang dapat dipersenjatai. Sebagai imbalannya, AS dan negara-negara adidaya lainnya akan mencabut sanksi-sanksi yang selama ini diberlakukan.
AS mundur dari perjanjian itu dan secara unilateral memperketat sanksi-sanksi terhadap Iran pada 2018 di masa pemerintahan Donald Trump. Setahun kemudian Iran membalas dengan mulai melampaui pembatasan nuklir yang disepakati dalam Rencana Tindakan Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA).
Sejak insiden di Pembangkit Pengayaan Nuklir Natanz pada Minggu lalu (11/4), Iran belum menyampaikan secara terbuka tentang perubahan apapun terkait rencana kehadirannya dalam perundingan putaran kedua di Wina.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuding Israel, pesaing utamanya di kawasan itu, sebagai pelaku sabotase jaringan distribusi listrik fasilitas Natanz yang menimbulkan pemadaman listrik dan mengganggu operasi. Ia juga menyebut insiden itu sebagai tindakan “terorisme nuklir.”
Israel juga bertekad akan membela diri dari milisi proksi Iran di dekat perbatasannya, tetapi pejabat Israel seperti biasanya tidak mau memberi konfirmasi atas keterlibatannya dalam tindakan terhadap Iran itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, Selasa (13/4), mengatakan akan memperkaya kemurnian uraniumnya hingga 60 persen. Pengumuman ini menandai peningkatan signifikan setelah sabotase ini.
“Kami baru saja mengirim surat pada Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) yang menyatakan bahwa mulai besok kami akan memperkaya kemurnian uranium hingga 60 persen. Dan itu untuk memenuhi kebutuhan Iran, yaitu untuk memproduksi isotop radio, yang diperlukan untuk perawatan medis tertentu," ujar Aragchi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan Amerika Llyod Austin, menegaskan kembali tekadnya untuk tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir, yang meningkatkan lebih jauh ketegangan di Timur Tengah. [em/jm]