Arab Saudi telah mengungkapkan rencana jangka panjang yang dapat menghasilkan perubahan ekonomi paling signifikan dalam puluhan tahun terakhir, dengan mengusulkan pergeseran dari minyak bumi, aset paling berharga di negara itu.
Rencana reformasi ekonomi merupakan bagian dari upaya untuk membangkitkan kembali ekonomi Saudi, yang mengalami pukulan keras akibat merosotnya harga minyak mentah. Hal ini memaksa eksportir minyak mentah terbesar di dunia itu untuk menemukan sumber-sumber pendapatan baru.
Reformasi-reformasi tersebut ditujukan untuk mengatasi isu-isu perumahan dan pengangguran serta memastikan warga yang paling memerlukan mendapatkan subsidi air dan energi.
Rencana tersebut akan fokus pada privatisasi, pemangkasan subsidi, penjualan 5 persen saham raksasa minyak Saudi Aramco dan pengadaan dana US$2 triliun untuk membangun perkotaan.
Diberi nama "Saudi Vision 2030," rencana itu disetujui hari Senin (25/4) oleh Kabinet Saudi.
"Saya kira pada 2020, jika minyak berhenti berproduksi, kita bisa bertahan," ujar Pangeran Mohammed bin Salman dalam wawancara televisi yang disiarkan secara nasional.
Pemberlakuan rencana itu bukannya akan tanpa tantangan. Di sebuah negara dengan 70 persen pendapatan dari minyak, pemerintah Saudi selama puluhan tahun telah menghabiskan begitu banyak uang untuk rakyatnya tanpa mengharuskan mereka membayar pajak.
Rencana Saudi menyusul rencana reformasi ekonomi jangka panjang yang diumumkan oleh negara-negara Teluk Persia, yakni Kuwait, Qatar dan Uni Emirat Arab. [hd/dw]