Restoran yang satu ini berukuran kecil dan terletak di pusat kota Montreal, Kanada. Orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat terlihat berlalu-lalang melintasinya. Namun bagi banyak orang, restoran yang satu ini memiliki arti yang luar biasa besar, khususnya di kalangan tunawisma atau orang-orang miskin.
Di pintu masuk restoran bernama Marche Ferdous ini tampak menempel sebuah pengumuman sederhana: pelajar dapat potongan 15%. Tapi itu sebetulnya hanya sebagian kecil dari kontribusi pemilik restoran terhadap komunitas di sana. Sudah selama dua tahun, pemiliknya yang bernama Ala Amiry and Yahya Hashemi menawarkan makanan gratis kepada siapapun yang tidak mampu membayar di restoran halal mereka.
Mereka mencuatkan gagasan ini setelah mengamati begitu banyaknya tuna wisma, orang-orang miskin dan pelajar yang kelaparan datang meminta-minta ke restoran mereka.
Bukannya memberi uang, mereka memutuskan untuk memasang pengumuman yang mengundang mereka yang lapar namun tidak memiliki uang untuk masuk dan makan gratis, sehingga orang-orang miskin itu tidak malu untuk meminta makan.
"Kami tidak memberi uang, kami hanya memberi makan kepada mereka yang lapar. Kami memastikan mereka yang lapar mendapat makanan. Dan kami tidak menghakimi, kami tidak mempertanyakan mereka, kami mempercayai mereka. Siapapun yang mengatakan, ‘saya lapar’, kami beri mereka makanan," kata Amiry.
Marche Ferdous menawarkan makanan Timur Tengah, seperti ayam panggang, kentang panggang dan sop kacang lentil.
Undangan untuk mereka yang lapar di pintu masuk itu tidak hanya dalam bahasa Inggris, tapi juga bahasa Prancis, mengingat Montreal adalah kota bilingual, di mana selain Inggris, Prancis adalah bahasa sehari-hari.
Undangan itu menarik perhatian Rejean Leclerc, seorang tunawisma berusia 60 tashun yang sudah hidup bertahun-tahun di jalanan Montreal.
Leclerc mengaku, ia malu meminta-minta uang. Sejak, ia menemukan, Marche Ferdous, ia sudah berkali-kali makan di sana.
"Mereka membantu para tunawisma seperti saya. Mereka orang-orang sangat baik. Jika kelak saya punya uang, saya akan datang dan makan di sini," kata Leclerc.
Awalnya, restoran ini menawarkan untuk hanya memberi makan ke lima orang, namun sejak berita kedermawanan mereka tersebar, jumlah itu meningkat, dan kini mereka melayani puluhan orang miskin setiap harinya.
Kedua pemiliknya tidak khawatir akan merugi karena menawarkan makanan gartis kepada orang-orang miskin. Sebaliknya, mereka justru mendapat banyak perhatian dan dukung dari banyak pihak.
"Orang-orang menelpon kami. Mereka datang menjbata tangan kami dan mengucapkan terima kasih atas apa yang kami lakukan. Mereka kemudian menyumbang dua dolar, lima dolar, 10 dolar, dan ada yang mengirim amplop berusi 120 dolar. Jadi kami mempunyai boks untuk berderma. Kami gunakan uang sumbangan itu untuk membiayai makanan untuk orang-orang miskin," ujar Yahya Hashemi, yang juga memiliki restoran tersebut.
Sekelompok perempuan muda berjilbab datang ke restoran itu untuk makan siang. Mendengar pemberitaan mengenai prakarsa makanan gratis yang digagaskan pemilik restoran itu, mereka ikut menyumbang.
"Kami menyumbang karena ini merupakan prakarsa bagus. Membantu orang miskin adalah bagian dari ajaran agama kami, dan kami dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk melakukannya. Jadi kami berbuat sebisa kami, untuk memberi arti bagi kehidupan orang lain," kata Jamila Hussain, salah seorang pengunjung.
Amiry meninggalkan Irak 25 tahun lalu, sementara mitra bisnisnya bermigrasi dari Iran 35 tahun lalu. Mereka kini memiliki kehidupan yang lebih baik di Kanada.
Mereka mengatakan, memberi makan orang miskin adalah bagian dari nilai-nilai agama dan budaya mereka. Mereka berniat melakukan kegiatan amal ini selama mereka mengoperasikan restoran itu.
Amiry dan Hashemi berharap apa yang mereka lakukan memberi inspirasi kepada restoran-restoran lain. Apa yang mereka lakukan, menurut mereka, adalah membangun tali dan semangat kebersamaan dalam komunitas. [ab/uh]