Badan pengungsi PBB (UNHCR) melaporkan bahwa ribuan orang dari komunitas Kristen yang merupakan mayoritas di sebuah kota Iraq dekat Mosul, melarikan diri minggu ini, karena kekerasan yang dilakukan pemberontak militan Islam.
Pemberontak Islam melaporkan serangan mortir di kota Qaraqosh Rabu (25/6), membuat panik komunitas Kristen setempat dan memaksa mereka melarikan diri. Kota yang berpenduduk 50,000 orang ini terletak 50 kilometer sebelah tenggara kota kedua terbesar Irak, Mosul.
Pasukan bersenjata ISIS, kelompok militan Muslim Suni, mengambil alih kota ini dua minggu lalu dari pemerintah yang dijalankan kelompok Syiah. Juru bicara UNHCR Melissa Fleming mengatakan sebagian besar warga Kristen yang diperkirakan berjumlah 10,000 orang, melarikan diri ke daerah Kurdistan yang lebih aman.
"Mereka pergi menggunakan bus, mobil dan taksi menuju kawasan Kurdistan di utara Irak pada Rabu malam. Banyak dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, yang mencari perlindungan di rumah keluarga, teman, sekolah, dan balai-balai masyarakat, terutama di Irbil. Mereka mengatakan kepada kami, mereka melarikan diri dengan tergesa-gesa tanpa membawa barang milik mereka. Jadi, itu menunjukkan betapa besar ketakutan mereka," ujarnya.
Fleming mengatakan bahwa UNHCR dan pekerja sukarela setempat telah membagikan barang-barang pokok, seperti selimut, kasur, lembaran-lembaran plastik dan perangkat kebersihan ke tempat-tempat pengungsian.
Sekitar 300,000 warga Irak dari Mosul di propinsi Ninewa dan sekitarnya, tiba di kawasan Kurdistan sejak kelompok pecahan al-Qaida ini menguasai Mosul. Fleming mengatakan pengungsian belakangan ini mempersulit keadaan yang sudah serba kekurangan ini. Ia mengatakan ada kekurangan tempat tinggal dan BBM.
Juru bicara UNHCR mengatakan kepada VOA bahwa warga Kristen melarikan diri atas kemauan sendiri, bukan karena mereka menjadi target.
Seorang perempuan dari kota di wilayah Mosul yang penduduknya mayoritas Kristen mengatakan kepada VOA, bahwa kondisinya sangat buruk sejak ISIS mengambil alih kekuasaan.
"Semua berubah" katanya. "Sejak 15 hari lalu, kami merasa tidak aman, tidak punya listrik dan air. Semua orang takut pada ISIS dan gaji juga belum dibayar."
Walaupun demikian, kondisi sejumlah orang yang melarikan diri ke Irbil juga tidak lebih baik. UNHCR melaporkan, stafnya mengunjungi sekolah yang menjadi tempat bagi ratusan pengungsi, tidak menemukan kamar mandi atau AC untuk melindungi mereka dari panasnya udara. Pekerja bantuan mengatakan pengungsi tinggal di ruang-ruang kelas dimana suhu pada siang hari bisa melebihi 40 derajat Celsius.